Memberontak dengan Kata dan Senjata adalah Ciri Utama Khawarij
بسم الله الرحمن الرحيم
Pertanyaan: Dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu’anhu berkata: “Saat Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam sedang membagikan ghanimah (Menurut Ibn Abbas radhiyallahu’anhu,a itu ghanimah perang Hunain), datanglah seseorang dari Bani Tamim dengan pakaian yang pendek, diantara kedua matanya ada tanda bekas sujud yang menghitam, lalu berkata:
“Berbuat adillah wahai Rasulullah…!!!”
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Celakalah engkau, siapa lagi yang bisa berbuat adil jika aku tidak bisa berbuat adil? maka engkau akan binasa dan rugi jika saya sendiri tidak berlaku adil.”
Lalu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Akan datang suatu kaum kelak seperti dia, baik perkataannya tapi buruk kelakuannya, mereka adalah seburuk-buruk makhluk, mereka mengajak kepada Kitabullah, tetapi mereka sendiri tidak mengambil darinya sedikitpun. Mereka membaca AlQuran, tetapi tidak melebihi kerongkongannya.
Kalian akan mendapatkan bacaan AlQur’an mereka lebih baik dari kalian, dan sholat mereka lebih baik dari kalian, puasa mereka lebih baik dari kalian.
Mereka akan melesat meninggalkan Islam sebagaimana anak panah melesat dari busurnya.
Mereka mencukur kepala dan mencukur kumisnya dan pakaian mereka hanya sebatas setengah betis mereka.”
Setelah itu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menjelaskan ciri-ciri mereka, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Mereka akan membunuh para pemeluk Islam dan melindungi penyembah berhala…”
(Diriwayatkan dalam kitab: Bukhari fi kitab Bad’ al-khalq Bab ‘Alamah An-Nubuwwah, An-Nisai’ fi khasa-is hal 43, 44, Muslim fi Kitab Az-Zakah Bab At-Tahdzir Min Zinah Ad-Dun-ya, Musnad Imam Ahmad juz I hal 78, 88, 91, Ibn Majah Bab Zdikr Al-Khawarij)
Pertanyaanya apakah hadits ini shahih? Dan apabila shahih siapa yg dimaksud dengan ciri-ciri golongan yang dimaksud dalam hadits tersebut?
Jawaban:
Sebagian lafaz dalam hadits di atas berasal dari hadits shahih yang terdapat dalam Ash-Shahihain: Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim. Adapun yang dimaksud dalam hadits di atas adalah tentang golongan Khawarij.
Oleh karena itu Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah juga menyebutkan hadits ini dalam Bab Qotlil Khawaarij wal Mulhidin ba’da Iqoomatil Hujjah ‘Alaihim (Bab Memerangi Kaum Khawarij dan Orang-orang Sesat setelah Ditegakkan Hujjah Atas Mereka) dan Al-Imam Muslim rahimahullah menyebutkan hadits ini dalam Kitab Zakat, Bab Dzikril Khawarij wa Shifaatihim (Bab Penyebutan tentang Kaum Khawarij dan Sifat-sifat mereka).
Khawarij itu sendiri adalah sebuah kelompok sempalan, mereka adalah para pemberontak terhadap pemerintah muslim, mereka dinamakan Khawarij yang bermakna orang-orang yang keluar, maksudnya keluar dari ketaatan terhadap pemerintah muslim. Dan ciri utama mereka dalam hadits ini adalah:
1) Mengkritik pemerintah muslim secara terang-terangan di depan khalayak, yang hari ini dikenal dengan istilah mimbar bebas, demonstrasi, membongkar aib-aib penguasa di media-media massa, dan lain-lain. Dalam Islam ini termasuk kategori pemberontakan, karena pemberontakan itu bisa dengan senjata bisa pula dengan kata-kata.
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata,
“Khawarij Al-Qa’adiyah memprovokasi pemberontakan kepada penguasa, meskipun mereka tidak terlibat langsung.” [Hadyus Sari, hal. 459, sebagaimana dalam Syarru Qatla tahta Adimis Sama’, hal. 20]
Faqihuz Zaman Asy-Syaikh Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah berkata,
“Hadits ini merupakan dalil terbesar bahwa pemberontakan terhadap pemerintah bisa dengan senjata, ucapan dan komentar. Yakni, orang ini (Dzul Khuwaisirah) tidak mengangkat pedang melawan Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam-, tetapi hanya sekedar mengingkari beliau (dengan ucapan). Kami sangat memahami bahwa biasanya tidak akan terjadi pemberontakan dengan senjata, kecuali telah didahului oleh pemberontakan dengan kata-kata. Manusia tidaklah mungkin menyandang senjata mereka untuk memerangi penguasa tanpa ada sesuatu yang dapat memprovokasi mereka. Pasti ada sesuatu yang bisa memprovokasi mereka, itulah ucapan (provokator). Maka pemberontakan kepada penguasa dengan kata-kata adalah pemberontakan secara hakiki, berdasarkan sunnah dan kenyataan.” [Fatawa Al-‘Ulama Al-Akabir, hal. 96]
Beliau rahimahullah juga berkata,
“Mempublikasikan nasihat yang kita sampaikan kepada pemerintah terdapat dua mafsadat (kerusakan). Pertama: Hendaklah setiap orang khawatir, jangan sampai dirinya tertimpa riya’, sehingga terhapus amalannya. Kedua: Jika pemerintah tidak menerima nasihat tersebut, maka jadilah itu sebagai alasan bagi masyarakat awam untuk menentang pemerintah. Pada akhirnya mereka melakukan revolusi (pemberontakan) dan terjadilah kerusakan yang lebih besar.” [Dari kaset Asilah haula Lajnah Al-Huquq As-Syar’iyah, sebagaimana dalam Madarikun Nazhor, hal. 211]
2) Tidak memahami Al-Qur’an sesuai pemahaman sahabat, walaupun mereka membaca bahkan menghapal Al-Qur’an, melakukan sholat, puasa dan ibadah-ibadah lainnya, maka jangan tertipu dengan adanya pondok-pondok pesantren milik para penentang pemerintah muslim, mereka mempelajari agama namun mengikuti pemahaman Khawarij, bukan pemahaman sahabat.
Inilah dua ciri Khawarij yang terdapat dalam hadits di atas. Adapun ciri-ciri lainnya yang disebutkan dalam hadits tersebut, bukanlah ciri khusus Khawarij, sehingga tidak boleh menyesatkan orang lain dengan seluruh ciri-ciri tersebut, bahkan mencukur kepala termasuk amalan umroh dan haji, demikian pula mengenakan pakaian sampai tengah betis termasuk sunnah Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, dan paling minimal pakaian seorang laki-laki muslim adalah sampai di atas mata kakinya, haram hukumnya jika sampai menutupi mata kakinya. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَسُبَّنَّ أَحَدًا وَلاَ تَحْقِرَنَّ شَيْئًا مِنَ الْمَعْرُوفِ وَأَنْ تُكَلِّمَ أَخَاكَ وَأَنْتَ مُنْبَسِطٌ إِلَيْهِ وَجْهُكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنَ الْمَعْرُوفِ وَارْفَعْ إِزَارَكَ إِلَى نِصْفِ السَّاق فَإِنْ أَبَيْتَ فَإِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ الإِزَارِ فَإِنَّهَا مِنَ الْمَخِيلَةِ وَإِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْمَخِيلَةَ وَإِنِ امْرُؤٌ شَتَمَكَ وَعَيَّرَكَ بِمَا يَعْلَمُ فِيكَ فَلاَ تُعَيِّرْهُ بِمَا تَعْلَمُ فِيهِ فَإِنَّمَا وَبَالُ ذَلِكَ عَلَيْهِ
“Janganlah engkau memaki seorang pun, janganlah engkau menganggap remeh sebuah kebaikan, hendaklah engkau berbicara dengan saudaramu dengan wajah yang cerah ceria, sesungguhnya hal itu termasuk kebaikan. Angkatlah pakaian sarungmu sampai ke tengah betis, jika kamu enggan maka angkatlah sampai ke atas mata kaki, dan janganlah engkau memanjangkan sarungmu hingga menutupi mata kaki, karena hal itu termasuk kesombongan, sedang Allah tidak mencintai kesombongan. Dan apabila seseorang mencercamu dan menjelek-jelekanmu dengan kejelekan yang ada padamu, maka janganlah engkau balas menjelek-jelekannya dengan kejelekan yang ada padanya, karena sesungguhnya apa yang ia lakukan adalah bencana baginya.” [HR. Abu Daud dari Abu Juray Jabir bin Sulaim radhiyaLlaahu’anhu, Shahih Al-Jaami’: 7309]
Sahabat yang mulia, Abu Juray Jabir bin Sulaim radhiyallahu’anhu di sela-sela periwayatan hadits ini, beliau berkata,
فَمَا سَبَبْتُ بَعْدَهُ حُرًّا وَلاَ عَبْدًا وَلاَ بَعِيرًا وَلاَ شَاةً
“Maka aku tidak pernah lagi memaki setelah itu, tidak terhadap orang merdeka maupun budak, tidak pula kepada unta maupun kambing.” [HR. Abu Daud]
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Tidak ada komentar:
Posting Komentar