Hukum Bayi Yang Lahir Dalam Keadaan Terkhitan
May 28th 2012 by Abu Muawiah | Kirim via Email
Tanya:
Assalamualaikum
ustadz waktu kecil saya dulu pernah dikhitan.
dan sebelum dikhitan kemaluan saya ini sudah tampak seperti dikhitan tidak ada kulit kuncup yang menutupi ujung kemaluan saya.
nahhh ketika kelas 5 SD saya dikhitan 3 hari setelah dikhitan saya buka perbannya kemudian saya lihat hasil khitannya seprtinya tidak ada bekas kulit yang dipotong yang ada hanya bekas jahitan itu pun ikut putus waktu saya buka perban dan sampai sekarang tidak ada bedanya sebelum dikhitan ataupun sesudah dikhitan..
APAKAH KHITAN SAYA DULU ITU SAH MENURUT ISLAM
mohon pencerahannya. .. !!!!
Assalamualaikum
ustadz waktu kecil saya dulu pernah dikhitan.
dan sebelum dikhitan kemaluan saya ini sudah tampak seperti dikhitan tidak ada kulit kuncup yang menutupi ujung kemaluan saya.
nahhh ketika kelas 5 SD saya dikhitan 3 hari setelah dikhitan saya buka perbannya kemudian saya lihat hasil khitannya seprtinya tidak ada bekas kulit yang dipotong yang ada hanya bekas jahitan itu pun ikut putus waktu saya buka perban dan sampai sekarang tidak ada bedanya sebelum dikhitan ataupun sesudah dikhitan..
APAKAH KHITAN SAYA DULU ITU SAH MENURUT ISLAM
mohon pencerahannya. .. !!!!
tri yulian
ikhsanudintriyulian@gmail.com
ikhsanudintriyulian@gmail.com
Jawab:
Sebelumnya butuh kami tekankan bahwa yang dimaksud dengan telah terkhitan di sini adalah ujung kemaluannya tidak mempunyai kulit menutupinya. Dan hal ini adalah kejadian yang wajar dalam dunia medis, bukan dikarenakan adanya campur tangan makhluk ghaib seperti tahayul yang diyakini oleh banyak kaum muslimin di zaman ini.
Sebelumnya butuh kami tekankan bahwa yang dimaksud dengan telah terkhitan di sini adalah ujung kemaluannya tidak mempunyai kulit menutupinya. Dan hal ini adalah kejadian yang wajar dalam dunia medis, bukan dikarenakan adanya campur tangan makhluk ghaib seperti tahayul yang diyakini oleh banyak kaum muslimin di zaman ini.
Adapun jawabannya, maka sebenarnya anda sudah tidak perlu dikhitan kalau memang lahir dalam keadaan sudah terkhitan. Berikut uraiannya:
Para ulama berbeda pendapat mengenai bayi yang lahir dalam keadaan sudah terkhitan, dalam hal apakah dia tetap harus dikhitan setelah dewasa atau tidak?
1. Disunnahkan menggesekkan pisau khitan dan semacamnya pada daerah yang biasa dikhitan. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh sebagian Al-Malikiah.
2. Sudah tidak disyariatkan lagi untuk berkhitan, tidak diwajibkan dan tidak disunnahkan. Dan jika masih ada sedikit kulit yang menutupi ujung kemaluannya, maka itu saja yang dipotong, sebagaimana layaknya kalau ada orang yang dikhitan secara tidak sempurna.
Ini adalah mazhab Asy-Syafi’iah dan Al-Hanabilah, dan ini merupakan pendapat yang dirajihkan oleh Ibnu Rusyd dari kalangan Al-Malikiah.
1. Disunnahkan menggesekkan pisau khitan dan semacamnya pada daerah yang biasa dikhitan. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh sebagian Al-Malikiah.
2. Sudah tidak disyariatkan lagi untuk berkhitan, tidak diwajibkan dan tidak disunnahkan. Dan jika masih ada sedikit kulit yang menutupi ujung kemaluannya, maka itu saja yang dipotong, sebagaimana layaknya kalau ada orang yang dikhitan secara tidak sempurna.
Ini adalah mazhab Asy-Syafi’iah dan Al-Hanabilah, dan ini merupakan pendapat yang dirajihkan oleh Ibnu Rusyd dari kalangan Al-Malikiah.
Dan dari kedua pendapat ini, pendapat yang paling tepat adalah pendapat kedua yang menyatakan tidak dianjurkan lagi untuk dikhitan.
Ibnu Al-Qayyim rahimahullah berkata dalam Tuhfah Al-Wadud hal. 212, “Para ulama mengatakan: Sekedar menggesekkan benda tajam ke kemaluannya (orang yang telah dikhitan, pent.) adalah pekerjaan sia-sia dan tidak ada gunanya. Amalan seperti itu tidak dianggap sebagai bentuk taqarrub kepada Allah Ta’ala dan syariatkan disucikan darinya. Menggesekkan benda tajam pada kemaluan bukanlah tujuan khitan, akan tetapi dia hanya merupakan sarana/wasilah menuju tujuan yang sebenarnya (yaitu terpotongnya kulit yang menutupi ujung kemaluan, pent.). Karenanya jika tujuannya sudah terpenuhi (karena sejak lahir ujung kemaluannya tidak tertutup, pent.), maka tidak ada gunanya lagi mengerjakan wasilahnya.”
Ibnu Al-Qayyim rahimahullah berkata dalam Tuhfah Al-Wadud hal. 212, “Para ulama mengatakan: Sekedar menggesekkan benda tajam ke kemaluannya (orang yang telah dikhitan, pent.) adalah pekerjaan sia-sia dan tidak ada gunanya. Amalan seperti itu tidak dianggap sebagai bentuk taqarrub kepada Allah Ta’ala dan syariatkan disucikan darinya. Menggesekkan benda tajam pada kemaluan bukanlah tujuan khitan, akan tetapi dia hanya merupakan sarana/wasilah menuju tujuan yang sebenarnya (yaitu terpotongnya kulit yang menutupi ujung kemaluan, pent.). Karenanya jika tujuannya sudah terpenuhi (karena sejak lahir ujung kemaluannya tidak tertutup, pent.), maka tidak ada gunanya lagi mengerjakan wasilahnya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar