Hukum Perayaan Malam Nishfu Sya’ban
[Fatwa Syaikh Ibnu Baz –Rohimahulloh-]
Diterjemahkan Oleh: Abu Zakaria Irham Al-Jawiy
Semoga Alloh Menjaganya
Darul Hadits, Ahad 11 Sya’ban 1433
بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
إِنَّ الحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ،
وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهِ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ
فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
أما بعد:
Malam pertengahan bulan Sya’ban atau yang lebih dikenal dengan malam
Nishfu Sya’ban, tidaklah ada bedanya dengan malam-malam lainnya. Namun
tatkala banyak muncul kegiatan-kegiatan tertentu pada malam tersebut,
bahkan diadakan perayaan serta ibadah khusus padanya, dituntut seorang
muslim untuk mengetahui hukum Alloh dan Rosul-Nya tentang semua
perkara tersebut, sehingga dia berjalan di atas ilmu dan kebenaran
dalam bertindak, bukan sekedar ikut-ikutan tanpa tahu apakah benar
atau tidak. [More...]
Oleh Karena itu, berikut ini kami kutipkan fatwa resmi dari imam yang
sudah tidak diragukan lagi keilmuannya; Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin
Baz –Rohimahulloh- tentang hukum perayaan malam Nishfu Sya’ban, baik
dengan mengkhususkan sholat malam padanya, atau puasa pada siangnya,
atau amalan-amalan lainnya yang sering dijumpai dilakukan oleh
sebagian kaum muslimin, baik di negeri kita maupun yang lainnya.
Semoga tulisan ini bisa memberikan manfaat bagi kita semua.
Nasalullohat Taufiq wal Hidayah.
Berkata Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz –Rohimahulloh-
الحمد لله الذي أكمل لنا الدين، وأتم علينا النعمة،
والصلاة والسلام على نبيه ورسوله محمد نبي التوبة والرحمة .
أما بعد :
Alloh telah berfirman:
اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام ديناً
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kalian agama kalian, dan
telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam
itu jadi agama bagi kalian.” (Al Maidah: 3)
Alloh juga telah berfirman:
أم لهم شركاء شرعوا لهم من الدين ما لم يأذن به الله
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang
mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (Asy-
Syuro: 21)
Diriwayatkan di Shohihain (Shohih Bukhori dan Muslim) dari ‘Aisyah –
Rodhiyallohu ‘anha- dari Nabi -Shollallohu ‘alaihi wasallam-
bahwasanya beliau bersabda:
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
“Barangsiapa mengada-adakan perkara pada agama kita ini yang bukan
darinya maka perkara tersebut tertolak”. (HR. Bukhory-Muslim)
Dan diriwayatkan di dalam Shohih Muslim dari Jabir –Rodhiyallohu
‘anhu- bahwa Nabi -Shollallohu ‘alaihi wasallam- berkata dalam khutbah
beliau pada hari jumat:
أما بعد : فإن خير الحديث كتاب الله ، وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه
وسلم ،
وشر الأمور محدثاتها، وكل بدعة ضلالة .
“Amma ba’du, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabulloh, dan
sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad -Shollallohu ‘alaihi
wasallam-, dan sejelek-jelek perkara adalah perkara-perkara yang diada-
adakan, dan setiap bid’ah adalah sesat.”
Ayat-ayat dan hadits-hadits yang semakna dengan (dalil-dalil di atas)
sangatlah banyak. Semua itu menunjukkan dengan tegas bahwa Alloh telah
menyempurnakan bagi umat ini agama mereka dan menyempurnkan nikmat-
Nya. Tidaklah Nabi-Nya meninggal kecuali beliau telah menyampaikan
agama ini dengan terang. Beliau telah jelaskan pada umat segala
perkara yang disyareatkan Alloh kepada mereka, baik berupa perkataan
maupun perbuatan. Beliau juga telah menjelaskan bahwa segala perkara
yang dibuat-buat manusia setelahnya dan mereka atas namakan Islam,
baik berupa ucapan maupun perbuatan, semuanya tertolak, walaupun orang
yang mengada-adakan perkara tersebut niatnya baik. Para Shohabat telah
mengetahui hal yang demikian ini, juga para ulama Islam setelah
mereka. Sehingga mereka mengingkari kebid’ahan dan memperingatkan
manusia darinya, sebagaimana disebutkan oleh setiap orang yang menulis
tentang “Pengagungan Sunnah dan Pengingkaran Terhadap Bid’ah”, seperti
Ibnu Waddhoh, Ath-Thurtusy, dan Ibnu Syamah, serta yang lainnya.
Diantara perkara bid’ah yang diada-adakan sebagian manusia adalah
bid’ah perayaan malam ‘Nishfu Sya’ban’ dan pengkhususan harinya dengan
puasa. Perkara ini tidaklah dibangun di atas dalil sedikitpun. Telah
datang tentang keutaman ‘Nishfu Sya’ban’ hadits-hadits yang lemah yang
tidak boleh dijadikan sandaran. Semua hadits yang datang tentang
keutamaan sholat pada malam tersebut adalah palsu, sebagaimana
disebutkan oleh banyak ulama yang –insya Alloh- akan datang penyebutan
perkataan-perkataan mereka. Demikian pula telah datang atsar-atsar
dari sebagian salaf baik yang dari negeri Syam maupun lainnya tentang
malam tersebut.
Dan yang menjadi pendapat jumhur (mayoritas) ulama adalah: bahwa
peringatan Nishfu Sya’ban adalah bid’ah, dan hadits-hadits yang
menyebutkan keutamaannya semuanya dhoif, bahkan sebagiannya
maudhu’ (palsu). Diantara ulama yang memperingatkan tentang hal ini
adalah Al-Hafidz Ibnu Rojab dalam kitab beliau Lathoiful Ma’arif dan
yang lainnya. Hadits-hadits yang dhoif mungkin (ada peluang) untuk
diamalkan pada perkara ibadah yang telah tetap asalnya berdasarkan
dalil-dalil yang shohih. Adapun peringatan malam Nishfu Sya’ban tidak
ada dasar yang shohih sama sekali sehingga penggunaan hadits dhoif
padanya bisa ditolelir. Kaidah yang agung ini telah disebutkan imam
Abul ‘Abbas Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –rohimahulloh-.
Para ulama telah bersepakat bahwa yang wajib adalah mengembalikan
perkara yang diperselisihkan manusia kepada kitabulloh dan kepada
sunnah Rosululloh -Shollallohu ‘alaihi wasallam-. Apa yang telah
menjadi hukum keduanya atau salah satunya itulah syareat yang wajib
untuk diikuti. Apa saja yang menyelisihinya maka wajib untuk dibuang.
Dan ibadah apa saja yang tidak ada penjelasannya dalam kitab dan
sunnah maka itu adalah bid’ah, tidak boleh dikerjakan, apalagi untuk
berdakwah kepadanya, sebagaimana firman Alloh:
يا أيها الذين ءامنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولي الأمر منكم
فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم
الآخر ذلك خير وأحسن تأويلاً
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berselisih
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya. (An-Nisa: 59)
Alloh juga berfirman:
وما اختلفتم فيه من شيء فحكمه إلى الله
“Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah)
kepada Alloh.” (Asy-Syuro: 10)
Alloh juga berfirman:
قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله ويغفر لكم ذنوبكم
“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Alloh, ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." (Ali-Imron: 31)
فلا وربك لا يؤمنون حتى يحكموك فيما شجر بينهم
ثم لا يجدوا في أنفسهم حرجاً مما قضيت ويسلموا تسليماً
“Maka demi Robb-mu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga
mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka
perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu
keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima
dengan sepenuhnya.” (An-Nisa: 65)
Ayat-ayat yang seperti ini banyak, yang semua itu menetapkan tentang
wajibnya mengembalikan permasalahan khilaf kepada kitab dan sunnah,
serta wajibnya ridho dengan hukum kitab dan sunnah. (Juga
menunjukkkan) bahwa yang demikian itu adalah konsekuensi keimanan dan
itulah yang lebih baik bagi seorang hamba dalam waktu dekat maupun
yang akan datang. Sebagaimana firman-Nya:
وأحسن تأويلاً
“dan lebih baik akibatnya”
Al-Hafidz Ibnu Rojab dalam kitabnya Lathoiful Ma’arif tentang
permasalahn ini berkata: “Malam Nishfu Sya’ban, dulu sebagian tabi’in
dari negeri Syam seperti: Kholid bin Ma’dan, Makhul, Luqman bin ‘Amir,
dan yang lainnya mengagungkan malam tersebut dan bersungguh-sungguh
dalam beribadah pada waktu itu. Dari merekalah manusia mengambil
keutamaan dan pengagungan terhadap malam Nishfu Sya’ban. Ada yang
mengatakan bahwa mereka itu mendapatkan berita-berita dari Isroiliyyat
(berita-berita dari bani isroil)…Kebanyakan ulama negeri Hijaz telah
mengingkari mereka, diantaranya: ‘Atho’, Ibnu abi Mulaikah, dan
Abdurrohman bin Zaid bin Aslam menukilkan pengingkaran dari para ahli
fiqih di Madinah. Yang demikian ini adalah pendapat para pengikut imam
Malik dan yang lainnya. Mereka mengatakan bahwa semua kegiatan
tersebut adalah bid’ah…Adapun imam Ahmad tidak diketahui perkataan
beliau tentang malam Nishfu Sya’ban…”
Sampai pada perkataan beliau: “(Hadits) tentang sholat malam khusus
pada malam Nishfu Sya’ban tidak ada satupun yang tetap dari
Rosululloh -Shollallohu ‘alaihi wasallam- dan para sahabat beliau.”
Pada perkataan beliau ini dengan tegas dinyatakan bahwa tidak tetap
sedikitpun dari Nabi -Shollallohu ‘alaihi wasallam- dan para sahabat
beliau tentang malam Nishfu Sya’ban. Dan setiap perkara yang berdasar
dalil-dalil syar’i tidak tetap bahwa perkara tersebut disyareatkan,
tidak boleh bagi seorang muslim untuk mengada-adakannya dalam agama
Alloh, baik dia melakukannya sendirian atau secara berjamaah. Baik dia
menyembunyikannya ataupun menampakkannya, berdasarkan keumuman sabda
Nabi -Shollallohu ‘alaihi wasallam-:
من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد
“Barangsiapa yang melakukan amalan yang tidak ada perintahnya dari
kami, maka amalan tersebut tertolak.” [HR Bukhori- Muslim dan
lafadznya adalah lafadz Muslim]
Juga dali-dalil lain yang menunjukkan pengingkaran terhadap kebid’ahan
dan peringatan darinya.
Imam Abu Bakar Ath-Thurthusyi dalam kitabnya Al-Hawadits wal Bida’
mengatakan: “Ibnu Wadhdhoh telah meriwayatkan dari Zaid bin Aslam
bahwa dia berkata: Kami tidak mendapati seorangpun dari Masyayikh kami
dan para ahli fiqih kami yang mengindahkan Nishfu Sya’ban, tidak juga
mengindahkan hadits dari Makhul. Mereka tidaklah menganggap bahwa
Nishfu Sya’ban itu mempunyai keutamaan diatas yang lainnya. Dikatakan
kepada Ibnu Abi Mulaikah: Sesungguhnya Ziyad An Numairy berkata:
“Sesungguhnya pahala pada malam Nishfu Sya’ban itu seperti pahala
lailatul qodar, maka Ibnu Abi Mulaikah pun berkata: “Seandainya saja
aku mendengarnya dan di tanganku ada tongkat pasti aku akan
memukulnya. Ziyad itu adalah tukang cerita!” [selesai]
Imam Asy-Syaukani dalam kitab al-Fawaid Al-Majmu’ah berkata: “Hadits
(yang berbunyi):
يا علي من صلى مائة ركعة ليلة النصف من شعبان ، يقرأ في كل ركعة بفاتحة
الكتاب،
و -قل هو الله أحد- عشر مرات ، إلا قضى الله له كل حاجة ... الخ
“Wahai Ali, barangsiapa yang sholat sebanyak seratus rokaat pada malam
Nishfu Sya’ban, dia membaca pada setiap rokaat Fatihatulkitab dan
surat al-ikhlash sebanyak sepuluh kali, kecuali pasti Alloh akan
menunaikan setiap hajatnya….dst.
Hadits ini adalah hadits maudhu’ (hadits palsu). Pada lafadznya yang
jelas menetapkan pahala yang didapat oleh orang yang mengerjakannya ,
tidaklah ada keraguan bagi orang yang punya pengetahuan tentang
kepalsuannya. Dan para perowinya pun tidak dikenal (majhul). (Hadits
ini) telah diriwayatkan melalui jalan yang lain tapi semuanya maudhu’
dan para perowinya majhul. [selesai]
Beliau berkata pada kitab Al-Mukhtashor: “Hadits tentang sholat Nishfu
Sya’ban itu batil. Diriwayatkan oleh Ibnu hibban dari hadits ‘Ali:
إذا كان ليلة النصف من شعبان فقوموا ليلها وصوموا نهارها
“Jika tiba malam pertengahan bulan Sya’ban, maka kerjakanlah sholat
pada malamnya dan puasalah pada siangnya.” Hadits ini dhoif.”
Al-Hafidz Al-‘Iroqy berkata: Hadits tentang sholat malam Nishfu
Sya’ban adalah hadits palsu dan kedustaan atas nama Rosulullloh -
Shollallohu ‘alaihi wasallam-.
Imam Nawawy dalam kitabnya Al-Majmu’ berkata: “Sholat yang dikenal
dengan nama Sholat Roghoib, yaitu: sholat dua belas rokaat antara
magrib dan isya’ pada malam jumat pertama di bulan Rojab, dan sholat
malam Nishfu Sya’ban sebanyak seratus rokaat, dua sholat ini adalah
kebid’ahan yang mungkar. Janganlah seseorang tertipu dengan
disebutkannya dua sholat tersebut dalam kitab Quutul Quluub dan kitab
Ihya’ Ulumuddin. Jangan pula tertipu dengan hadits yang disebutkan
dalam dua kitab itu. Sebab semua itu adalah batil, jangan pula
terkecoh dengan sebagian imam yang masih belum jelas bagi mereka hukum
kedua sholat tersebut sehingga menulis lembaran-lembaran tentang
disunnahkannya kedua sholat itu.”
Syaikh Al-Imam Abu Muhammad ‘Abdurrohman bin Isma’il Al-Maqdasy telah
menulis sebuah kitab yang bagus tentang batilnya dua sholat itu.
Perkataan-perkataan ahli ilmu dalam perkara ini sangatlah banyak.
Seandainya kami mengutip semua perkataan mereka yang kami dapatkan
tentang permasalahan ini tentunya pembahasannya akan jadi penjang.
Mungkin apa-apa yang telah kami sebutkan ini cukup dan meyakinkan bagi
orang yang mencari kebenaran.
Dari ayat-ayat dan hadits-hadits serta perkataan para ulama yang telah
lalu penyebutannya, jelaslah bagi para pencari kebenaran bahwa
peringatan malam Nishfu Sya’ban baik dengan sholat atau yang lainnya,
serta pengkhususan siangnya dengan puasa adalah bid’ah yang mungkar
menurut ahli ilmu. Semua itu tidaklah ada asalnya di dalam syareat
yang suci ini. Bahkan perkara itu muncul dalam Islam setelah masa para
sahabat. Cukuplah bagi pencari kebenaran baik pada peemasalahan ini
atau selainnya firman Alloh:
اليوم أكملت لكم دينكم
“Hari ini telah Kusempurnakan bagi kalian agama kalian.” Dan ayat-ayat
lainnya yang semakna.
Juga sabda Rosululloh -Shollallohu ‘alaihi wasallam-:
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
“Barangsiapa mengada-adakan perkara pada agama kita ini yang bukan
darinya maka perkara tersebut tertolak”. (HR. Bukhory-Muslim). Serta
hadits-hadits lainnya yang semakna.
Diriwayatkan di Shohih Muslim dari Abu Huroiroh, bahwasanya Rosululloh
-Shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda:
لا تخصوا ليلة الجمعة بقيام من بين الليالي ، ولا تخصوا يومها بالصيام من
بين الأيام ،
إلا أن يكون في صوم يصومه أحدكم
“Janganlah kalian mengkhususkan malam jum’at dari malam-malam lainnya
dengan sholat. Dan jangan kalian mengkhususkan siang harinya dari hari-
hari yang lain dengan puasa, kecuali jika hari tersebut jatuh pada
hari yang salah satu diantara kalian biasa puasa padanya.”
Seandainya saja pengkhususan suatu ibadah pada malam tertentu
dibolehkan, maka malam jumat lebih utama daripada yang lain. Sebab
siangnya adalah sebaik-baik hari yang matahari terbit padanya,
berdasarkan hadits-hadits yang shohih dari Rosululloh -Shollallohu
‘alaihi wasallam-. Maka ketika Nabi -Shollallohu ‘alaihi wasallam-
memperingatkan dari pengkhususan malamnya dengan sholat, menunjukkan
bahwa malam-malam selainnya lebih berhak untuk tidak diperbolehkan
pengkhususan dengan ibadah tertentu, kecuali dengan dalil shohih yang
menunjukkan adanya kekhususan.
Tatkala lailatul qodar dan malam-malam di bulan Romadhon disyareatkan
sholat malam dan bersungguh-sungguh di dalam melaksanakannya, Nabi -
Shollallohu ‘alaihi wasallam- pun mengingatkan dan mendorong umatnya
untuk melakukannya. Dan beliau sendiri pun melaksanakannya sebagaimana
disebutkan di Shohihain dari Nabi -Shollallohu ‘alaihi wasallam- bahwa
beliau berkata:
من قام رمضان إيماناً واحتساباً غفر الله له ما تقدم من ذنبه
“Barangsiapa berdiri (sholat malam) pada bulan Romadhon dengan
keimanan dan harapan (kapada Alloh) maka Alloh akan ampuni dosa-
dosanya yang telah lalu”
ومن قام ليلة القدر إيماناً واحتساباً غفر الله له ما تقدم من ذنبه
“Dan barangsiapa berdiri (sholat malam) pada malam Lailatul Qodar
dengan keimanan dan harapan (kapada Alloh) maka Alloh akan ampuni dosa-
dosanya yang telah lalu”
Seandainya saja malam Nishfu Sya’ban atau malam jumat pertama di bulan
Rojab atau malam Isro’ Mi’roj disyareatkan pengkhususannya dengan
peringatan tertentu atau dengan ibadah tertentu, pasti Nabi -
Shollallohu ‘alaihi wasallam- akan menunjukkannya kepada umat ini atau
beliau sendiri yang akan melakukannya. Dan seandainya beliau
melakukannya, tentu para sahabat akan menyampaikannya kepada umat dan
tidak akan menyembunyikannya. (Sebab) mereka adalah sebaik-baik
manusia dan yang paling semangat dalam memberi nasehat setelah para
Nabi -Shollallohu ‘alaihi wasallam-.
Engkau telah mengetahui dari perkataan-perkataan para ulama tadi,
bahwasanya tidak ada sedikitpun yang tetap dari Rosululloh -
Shollallohu ‘alaihi wasallam- dan para sahabatnya tentang keutamaan
malam jumat pertama di bulan Rojab, dan keutamaan malam Nishfu Sya’ban
sehingga diketahui bahwa merayakannya adalah bid’ah yang diada-adakan
dalam Islam. Demikian pula pengkhususan suatu ibadah padanya adalah
bid’ah yang mungkar. Juga pada malam dua puluh tujuh Rojab yang
sebagian manusia meyakininya sebagai malam Isro’ Mi’roj. Tidak boleh
seseorang mengkhususkannya dengan ibadah apapun sebagaimana tidak
diperbolehkan seseorang untuk merayakannya, berdasarkan dalil-dalil
yang telah lewat. Inilah hukumnya andaikan saja malam Isro’ Mi’roj itu
diketahui kapan pastinya, lalu bagaimana jika ternyata yang benar dari
pendapat-pendapat para ulama bahwa malam tersebut tidak diketahui
(kepastian tanggalnya)?! Dan perkataan orang yang menyatakan bahwa
Isro’ Mi’roj itu terjadi pada malam dua puluh tujuh Rojab adalah
perkataan batil yang tidak ada landasannya sedikitpun dari hadits-
hadits yang shohih.
Hanya kepada Alloh-lah kita memohon agar memberikan taufiqNya kepada
kita dan kepada seluruh kaum muslimin untuk berpegang teguh dengan
sunnah dan kokoh di atasnya serta menjauhi perkara-perkara yang
menyelisihinya. Sesungguhnya Dia itu Maha Pemberi lagi Penyayang.
وصلى الله على عبده ورسوله نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين .
[Dikutip dan disederhanakan dari:
Majmu’ fatawa Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz: 2/ 882]
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ
أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ.
Sumber: http://ahlussunnah.web.id
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar