Tanda-Tanda Sakit dan Sehatnya Hati
Penulis : Al Ustadz Abu Rosyid -hafizhahullah-
Tanda-tanda Sakitnya Hati
Sebagaimana yang diterangkan oleh para ulama bahwa hati manusia terbagi menjadi tiga jenis: sehat, sakit dan mati.
Untuk mengetahui lebih jauh suatu perkara dengan baik dan sempurna maka harus mengetahui ciri-ciri dan tanda-tandanya. Demikian pula untuk mengetahui sakit atau sehatnya hati maka kita harus mengetahui ciri-cirinya agar bisa mengetahui hakekatnya, bisa membedakannya dan berusaha mendapatkannya serta menerapkannya (ciri-ciri hati yang sehat) dan menghindarkan diri darinya (ciri-ciri hari yang sakit).
Kondisi dan musibah yang sangat berbahaya
Terkadang hati seorang hamba sedang sakit dan bertambah parah sakitnya namun pemiliknya tidak mengetahuinya. Bahkan bisa jadi hatinya sudah mati tapi pemiliknya tidak mengetahui tentang kematian hatinya tersebut. Tentu ini adalah kondisi yang sangat berbahaya dan musibah yang sangat besar. Semoga Allah menjauhkan dan menyelamatkan kita darinya.
Tiga Ciri Umum Sakitnya Hati
Pertama: Pemiliknya tidak merasa sakit ketika bergelimang dengan berbagai macam kemaksiatan, Bahkan hal ini bisa jadi menunjukkan hatinya sudah mati. Karena sesungguhnya hati itu apabila masih hidup dia akan merasa sakit ketika melakukan berbagai macam kejelekan dan maksiat Orang yang hatinya masih ada kehidupan tentu ketika berbuat maksiat hatinya merasa tidak tenang, gelisah, merasa berdosa, merasa bersalah dan merasa hina di hadapan Allah dan rendah di hadapan manusia.
Untuk itu hendaknya kita benar-benar waspada, jangan sampai merasakan kenikmatan dan ketenangan ketika terjatuh dalam suatu maksiat. Tetapi hendaknya ketika terjatuh dalam suatu kemaksiatan kita merasa sakit, tidak tenang dan segera istighfar (memohon ampun) serta bertaubat kepada Allah.
Kedua: Pemiliknya tidak merasa sakit ketika bodoh terhadap kebenaran. Karena kalau hatinya hidup dia akan merasa sakit ketika bodoh terhadap kebenaran dan tidak faham permasalahan agama yang harus dia ketahui, yakini dan kerjakan.
Namun orang yang sakit atau mati hatinya ketika tidak faham permasalahan agama yang wajib dia ketahui dan yakini seperti permasalahan tauhid dan yang wajib dia kerjakan seperti shalat lima waktu, dia merasa biasa dan tenang-tenang saja. Seolah-olah tidak ada beban dan tidak ada pertanggungjawaban nanti di akherat Padahal belajar dan memahami permasalahan-permasalahan tersebut adalah wajib. Rasulullah bersabda,
“Menuntut ilmu (agama) itu wajib bagi setiap muslim.” (Hasan, HR. Ibnu Majah dari Anas bin Malik)
Oleh karena itu hendaknya kita merasa sakit, gelisah dan tidak tenang ketika tidak faham permasalahan agama yang wajib kita ketahui serta berusaha untuk mengetahuinya dengan cara bertanya kepada para ulama dan orang-orang yang berilmu yang ada di sekitar atau yang bisa kita hubungi. Allah berfirman,
“Maka bertanyalah kepada orang-orang yang memiliki pengetahuan jika kalian tidak mengetahui.” (Al-Anbiyaa`: 7)
Jangan sampai nanti di akherat kita ditanya, “Mengapa kamu kerjakan ini?”, “Mengapa kamu tinggalkan itu?” lalu kita jawab, “Ya Allah, saya kira ini disyari’atkan maka saya mengerjakannya, dan saya kira hal itu dilarang sehingga saya tinggalkan.” Padahal bisa jadi keadaannya kebalikannya, yang kita kira disyari’atkan sehingga kita kerjakan tapi justru itu dilarang dalam syari’at. Dan sebaliknya, yang kita kira dilarang sehingga kita tinggalkan, justru diperintahkan dalam syari’at.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Di antara sebabnya adalah kita kurang semangat dalam mempelajari permasalahan agama dan merasa biasa saja ketika tidak faham suatu permasalahan yang berkaitan dengan agama.
Sudahkah kita memaksimalkan thalabul ‘ilmi kita dengan berbagai caranya? Apakah menghadiri majlis-majlis ilmu, membeli buku atau majalah yang bermanhaj ahlus sunnah, mendengarkan kajian lewat kaset atau CD dan bertanya kepada orang yang berilmu? Jangan sampai sarana-sarana thalabul ilmi tersebut menjadi hujjah atas kita sehingga ketika terjatuh dalam kesalahan atau maksiat kita tidak bisa lagi beralasan “Ya Allah, saya tidak tahu”. Karena Allah berfirman, “Apakah belum pernah datang kepada kalian seorang pemberi peringatan?”(Al-Mulk: 8)
Di samping para ulama dan para penuntut ilmu, maka termasuk pemberi peringatan adalah segala sarana thalabu ‘ilmi yang ada di sekitar kita yang telah disebutkan di atas.
Oleh karena itu, termasuk sikap hati-hati dan perbuatan yang sangat terpuji adalah memaksimalkan thalabul ‘ilmi dengan segala sarananya tersebut. Apalagi bagi kita yang Allah lebihkan harta, maka anggarkan sebagian harta yang kita miliki untuk menghadiri majlis ilmu, membeli kitab, buku terjemahan ahlus sunnah, majalah dan yang lainnya yang menunjang proses thalabul ‘ilmi kita.
Mungkin ada yang bertanya, “Kalau membeli semuanya atau mayoritasnya, saya tidak sempat membacanya?” Bisa kita jawab, “Sekarang mungkin kita belum sempat membacanya, tapi suatu saat nanti bisa jadi kita sempat membacanya, atau setidaknya sebagai referensi yang kita baca permasalahan yang kita perlukan saja, atau bisa dibaca oleh istri, anak-anak dan saudara-saudara kita, sehingga kalaupun kita tidak sempat membacanya maka mereka telah membacanya yang nantinya mereka akan memberitahukannya kepada kita.”
Ketiga: Pemiliknya memiliki aqidah-aqidah yang menyimpang atau tidak merasa sakit ketika memiliki aqidah-aqidah yang menyimpang dan batil. Seperti khurafat, tathayyur (merasa sial dengan sesuatu yang diketahui) dan sebagainya. Ini juga dikarenakan kurangnya atau bahkan tidak ada kepedulian dia terhadap masalah agama dan thalabul ‘ilmi.
Ciri Tambahan (Ciri Keempat)
Terkadang seorang hamba merasakan kalau hatinya sedang sakit namun terasa berat baginya pahitnya obat, akhirnya dia lebih memilih dan mengutamakan tetap sakit daripada menelan dan makan obat yang pahit dan memberatkan. Keadaan ini tidak kalah bahaya dan parahnya dibandingkan tiga ciri sebelumnya. Seperti seseorang yang terjatuh dalam maksiat dan mengetahui itu maksiat serta mengetahui juga cara taubatnya tapi dia merasa berat, bimbang dan terbayang pahitnya taubat akhirnya dia tetap dengan maksiatnya, nas-alullaahas salaamah.
Ciri-CIri Yang Lain
Dan di antara tanda sakitnya hati adalah berpalingnya hati tersebut dari nutrisi (makanan) yang bermanfaat menuju makanan yang berbahaya dan berpalingnya dia dari obat yang bermanfaat menuju penyakitnya yang berbahaya. Maka hati yang sehat itu akan lebih mengutamakan sesuatu yang bermanfaat lagi menyembuhkan daripada sesuatu yang berbahaya lagi mengganggu (menyakitkan). Sedangkan hati yang sakit sebaliknya lebih mengutamakan sesuatu yang berbahaya lagi memberikan penyakit daripada sesuatu yang bermanfaat lagi menyembuhkan.
Sedangkan nutrisi/makanan yang paling bermanfaat adalah makanan berupa keimanan dan obat yang paling bermanfaat adalah obat berupa Al-Qur`an.
Dan tentunya yang dimaksud dengan makanan dan sesuatu yang berbahaya dan mengganggu (menyakitkan) adalah maksiat dengan berbagai jenisnya, termasuk padanya bid’ah dan kesyirikan.
Tanda-tanda Sehatnya Hati:
Yaitu berangkat/berpindah dari dunia sampai singgah di akhirat dan diam/tinggal padanya sehingga dia menetap seakan-akan dia termasuk penduduknya (penduduk akhirat) dan anak-anaknya. Dia datang ke negeri ini (dunia) sebagai orang asing yang hanya mengambil sesuatu yang dia butuhkan saja dari dunia tersebut dan akan kembali ke tempat tinggalnya (akhirat). Sebagaimana yang dikatakan oleh Nabi kepada Abdullah bin ‘Umar,
“Jadilah engkau hidup di dunia ini seakan-akan engkau sebagai orang asing atau penyeberang jalan (musafir)!” (HR. Al-Bukhari di dalam Kitabur Raqaq 11/233 dari hadits Abdullah bin ‘Umar)
Sementara hati yang sakit, setiap kali hatinya sakit maka dia akan mengutamakan dunia dan menjadikannya tempat tinggal sehingga dia menjadi penduduknya.
Di antara tanda sehatnya hati adalah bahwasanya hatinya senantiasa mengingatkan pemiliknya sehingga kembali kepada Allah, taat kepada-Nya dan bergantung kepada-Nya seperti ketergantungan seorang yang mencintai yang butuh kepada kekasihnya, bahkan ketergantungannya kepada Allah lebih daripada itu, sehingga dia mencukupkan diri dengan mencintai-Nya dari mencintai selain-Nya, mengingat-Nya dari mengingat selain-Nya dan berkhidmah kepada-Nya dari berkhidmah kepada selain-Nya. Ketika dia mencintai selain Allah maka dalam rangka mencintai Allah dan karena Allah seperti mencintai malaikat, para nabi dan kaum mukminin. Demikian pula ketika mengingat dan berkhidmah kepada selain Allah, itu dilakukan dalam rangka mengingat dan berkhidmah kepada Allah.
Di antara tanda sehatnya hati juga adalah bahwasanya apabila dia terlewatkan dari membaca Al-Qur`an atau dzikir atau suatu ketaatan dari berbagai macam ketaatan niscaya karena hal itu dia akan mendapatkan rasa sakit yang lebih besar daripada rasa sakit yang dirasakan oleh orang yang tamak/rakus ketika terluputkan dan kehilangan hartanya. Seperti terluputkan dari shalat tahajjud karena kelelahan atau lainnya maka dia akan mengqadhanya di pagi hari dengan digenapkan. Kalau biasanya shalat tahajjud 11 rakaat maka dia mengqadhanya dengan shalat 12 rakaat. Atau dia akan shalat dhuha 8 atau 12 rakaat.
Tanda berikutnya adalah hati yang sehat akan merindukan untuk senatiasa berkhidmah kepada Allah sebagaimana orang yang lapar merindukan dan butuh kepada makanan dan minuman. Berkata Yahya bin Mu’adz, “Siapa saja yang senang dengan berkhidmah kepada Allah niscaya segala sesuatu akan dijadikan senang berkhidmah kepadanya, dan siapa saja yang matanya sejuk kepada Allah ketika taat kepada-Nya niscaya mata setiap orang akan dijadikan sejuk memandang kepadanya.”
Oleh karena itu ketika banyak musibah dengan berbagai bentuknya maka ini karena kurangnya khidmah kita kepada Allah.
Tanda berikutnya adalah hati yang sehat tujuan dan cita-citanya hanya satu dan berkaitan dengan Allah serta karena Allah yaitu taat kepada Allah. Sehingga dia tidak peduli apapun yang dilakukannya yang penting berupa ketaatan kepada Allah.
Tanda berikutnya adalah orang yang hati yang sehat akan sangat pelit terhadap waktunya, jangan sampai hilang dengan percuma dan sia-sia daripada pelitnya manusia yang paling pelit terhadap hartanya.
Tanda berikutnya adalah orang yang sehat apabila masuk ke dalam shalat (mulai menjalankan shalat) maka hilanglah darinya keinginannya dan kesedihannya terhadap dunia. Dan dia mendapatkan di dalam shalat tersebut kelapangan, ketenangan, kenikmatan, kesejukan mata dan kesenangan hatinya.
Tanda berikutnya adalah dia tidak pernah merasa letih dari berdzikir dan mengingat Rabbnya, tidak pernah merasa bosan dari berkhidmah kepada-Nya dan dia tidak bisa dekat dan akrab dengan selain-Nya kecuali dengan orang yang bisa menunjukkan, mengarahkan dan membimbingnya kepada-Nya dan mengingatkannya tentang-Nya.
Tanda berikutnya adalah perhatiannya terhadap perbaikan amalan lebih besar daripada beramal itu sendiri, sehingga dia bersemangat untuk ikhlash di dalam beramal, memberikan nasehat, mutaba’ah (mengikuti Rasulullah), berbuat ihsan. Dan bersamaan dengan itu dia tetap mempersaksikan betapa besarnya anugrah Allah kepadanya pada amalan ini dan masih kurangnya dia dalam menjalankan hak Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar