Kamis, 26 Maret 2015
Rabu, 11 Maret 2015
Keutamaan Menafkahi Keluarga dengan Ikhlas Karena Allah Ta’ala
Keutamaan Menafkahi Keluarga dengan Ikhlas Karena Allah Ta’ala
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Rasulullah صلى اللّه عليه وسلم bersabda,
إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللهِ إِلاَّ أُجِرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فِي امْرَأَتِكَ
“Sesungguhnya engkau, tidaklah memberikan nafkah yang dengannya engkau mengharapkan wajah Allah kecuali engkau akan mendapatkan pahalanya, sampai makanan yang engkau suapkan ke mulut istrimu.”[HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu’anhu]
Beberapa Pelajaran:
1) Penegasan bahwa ikhlas karena Allah ta’ala dalam beribadah dan mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam adalah syarat mendapatkan pahala dari Allah ta’ala.
2) Keutamaan bersedekah apabila diniatkan ikhlas karena Allah ta’ala dan bersedekah kepada keluarga lebih afdhal dibanding kepada orang lain, karena padanya terkandung dua kebaikan, yaitu sedekah dan menguatkan hubungan kekeluargaan (lihat Syarhu Riyadhis Shaalihin libnil ‘Utsaimin rahimahullah, 1/45).
3) Penetapan sifat wajah secara hakiki bagi Allah ta’ala, wajah yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya, tidak sama dengan wajah makhluk.
4) Beramal karena mengharapkan wajah Allah artinya bertujuan masuk surga untuk meraih nikmat terbesar penghuni surga yaitu melihat wajah Allah subhaanahu wa ta’ala (lihat Syarhu Riyadhis Shaalihin libnil ‘Utsaimin rahimahullah, 1/45).
5) Beramal karena mengharap surga dan takut neraka tidak menafikan keikhlasan, bahkan termasuk keikhlasan itu sendiri, tidak seperti anggapan orang-orang yang tidak memahami agama dengan baik.
Selasa, 10 Maret 2015
Tawakkal kepada Allah Ta’ala Kunci Utama Meraih Rezeki
Tawakkal kepada Allah Ta’ala Kunci Utama Meraih Rezeki
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقٌ الطَّيْرَ تَغْدُوْ خِمَاصًا وَتَعُوْدُ بِطَانًا
“Andaikan kalian bertawakkal kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan sebenar-benarnya, niscaya Dia akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung yang berangkat di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali dalam kondisi kenyang.” [HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Amirul Mukminin Umar bin Khaththab radhiyallahu’anhu, Shahih At-Tirmidzi: 1911]
Beberapa Pelajaran:
Senin, 09 Maret 2015
Jangan Takut Sial, Bersandarlah kepada Allah Ta’ala…!
Jangan Takut Sial, Bersandarlah kepada Allah Ta’ala…!
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، وَمَا مِنَّا إِلَّا، وَلَكِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ
“Takut sial itu syirik.” (Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata): “Tidak ada seorang pun dari kami kecuali merasa takut sial, akan tetapi Allah ‘azza wa jalla menghilangkannya dengan tawakkal.” [HR. Ahmad, Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, Abu Daud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al-Baihaqi dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 429, Shahihul Jaami’: 3960]
SYARAT-SYARAT AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR
Di Tulis Oleh Al Ustadz Abu Utsman Kharisman
Syaikh Ibn Utsaimin rahimahullah menjelaskan syarat-syarat dan ketentuan amar ma’ruf dan nahi munkar (memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah dari kemunkaran). Beliau menjabarkan 6 syarat. Sungguh penjelasan yang gamblang dan menyejukkan. Semoga Allah Subhaanahu Wa Ta’ala memberikan taufiq kepada kaum muslimin…
Berikut adalah terjemahan dari nukilan penjelasan beliau dalam Syarh al-'Aqiidah al-Washithiyyah :
Syarat pertama : Orang yang beramar ma’ruf nahi munkar itu harus mengetahui hukum syar’i terkait hal yang ia perintahkan atau ia larang tersebut. Tidaklah ia memerintahkan kecuali karena ia mengetahui bahwa syariat memerintahkan hal itu. Dan tidaklah ia melarang kecuali dari hal-hal yang ia ketahui bahwa syariat melarangnya. Janganlah ia menyandarkan hal itu pada perasaan atau adat. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala kepada Rasulullah shollallahu alaihi wasallam :
{ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ } [المائدة: 48].
Maka tetapkanlah hukum di antara mereka sesuai dengan yang Allah turunkan. Dan jangan engkau mengikuti hawa nafsu mereka (sehingga meninggalkan) kebenaran yang datang kepadamu (Q.S al-Maaidah ayat 48).
dan firman Allah :
{ وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا } [الإسراء: 36].
Janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak engkau ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan ditanya (untuk dipertanggungjawabkan pada hari kiamat)(Q.S al-Israa’ ayat 36)
dan firman Allah:
{ وَلَا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلَالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ } [النحل: 116]
dan janganlah mengucapkan kedustaan yang diungkapkan oleh lisan kalian bahwa ini halal dan ini haram untuk mengada-adakan kedustaan atas nama Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kedustaan atas nama Allah tidaklah beruntung (Q.S anNahl ayat 116)
Kalau seandainya ia melihat seseorang mengerjakan sesuatu, secara asal adalah halal. Tidak boleh bagi dia melarangnya hingga ia mengetahui bahwa itu (memang) haram atau terlarang (secara syariat, pent). Kalau seandainya ia melihat seseorang meninggalkan sesuatu, dan orang yang melihat ini menyangkanya sebagai suatu ibadah (yang ditinggalkan). Maka sesungguhnya tidak halal bagi dia untuk menyuruh orang itu beribadah, hingga ia (benar-benar) tahu bahwa syariat memang memerintahkannya.
Syarat kedua: Mengetahui keadaan orang yang diperintah. Apakah memang orang tersebut menjadi sasaran perintah atau larangan (dari syariat) atau tidak? Jika ia melihat seseorang dan ragu apakah orang ini mukallaf (terkena beban syariat) atau tidak, maka ia tidak memerintahkan kepada orang itu seperti kepada orang yang semisalnya, hingga ia memperjelas (apakah orang itu benar mukallaf atau tidak, pent).
|
Minggu, 08 Maret 2015
Berbuat Bid’ah Sama Dengan Menyaingi Allah
Berbuat Bid’ah Sama Dengan Menyaingi Allah dalam Menetapkan Syari’at
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Allah tabaraka wa ta’ala berfirman,
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah!?” [Asy-Syuro: 21]
Beberapa Pelajaran:
Langganan:
Postingan (Atom)