Ringkasan Beberapa Permasalahan Terkait Puasa Syawwal
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan, kemudian ia ikutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawwal, maka ia seperti berpuasa setahun penuh.” [HR. Muslim dari Abu Ayyub Al-Anshori radhiyallahu’anhu]
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ فَشَهْرٌ بِعَشَرَةِ أَشْهُرٍ ، وَصِيَامُ سِتَّةِ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ فَذَلِكَ تَمَامُ صِيَامِ السَّنَةِ
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan maka itu satu bulan yang dilipatgandakan pahalanya seperti sepuluh bulan, dan puasa enam hari setelah idul fitri (dilipatgandakan sepuluh kali menjadi 60 hari atau 2 bulan) maka dengan itu menjadi sempurna satu tahun.” [HR. Ahmad dari Tsauban radhiyallahu’anhu]
#Beberapa_Permasalahan:
1) Orang yang diberikan taufiq untuk berpuasa Syawwal adalah tanda puasa Ramadhan yang ia kerjakan diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah berkata,
أن معاودة الصيام بعد صيام رمضان علامة على قبول صوم رمضان فإن الله إذا تقبل عمل عبد وفقه لعمل صالح بعده كما قال بعضهم : ثواب الحسنة الحسنة بعدها فمن عمل حسنة ثم اتبعها بعد بحسنة كان ذلك علامة على قبول الحسنة الأولى كما أن من عمل حسنة ثم اتبعها بسيئة كان ذلك علامة رد الحسنة و عدم قبولها
“Bahwa membiasakan puasa setelah puasa Ramadhan adalah tanda diterimanya puasa Ramadhan, karena sesungguhnya Allah apabila menerima amalan seorang hamba, maka Allah memberikan kemampuan kepadanya untuk beramal shalih lagi setelahnya, sebagaimana kata sebagian ulama: Ganjaran kebaikan adalah kebaikan setelahnya, barangsiapa melakukan suatu kebaikan kemudian ia susul dengan kebaikan yang lain maka itu adalah tanda diterimanya amal kebaikannya yang sebelumnya, sebagaimana orang yang melakukan kebaikan kemudian ia susul dengan kejelekan maka itu adalah tanda ditolaknya kebaikan yang telah ia kerjakan dan tidak diterima.” [Lathooiful Ma’aarif: 244]
2) Puasa sunnah Syawwal disyari’atkan untuk menyempurnakan kekurangan-kekurangan puasa Ramadhan yang dikerjakan oleh seorang hamba. Asy-Syaikh Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah berkata,
فإن صيام ستة أيام من شوال بمنزلة الراتبة للصلاة التي تكون بعدها ليكمل بها ما حصل من نقص في الفريضة ومن حكمة الله تعالى ورحمته أنه جعل للفرائض سنناً تكمل بها وترقع بها
“Sesungguhnya puasa 6 hari di bulan Syawwal seperti sholat sunnah rawatib yang dilakukan setelah sholat wajib untuk menyempurnakan kekurangan dalam sholat wajib. Dan diantara hikmah Allah ta’ala serta rahmat-Nya, Dia menetapkan amalan-amalan sunnah untuk menyempurnakan amalan-amalan wajib dan menutupi kekurangan-kekurangannya.” [Fatawa Nur ‘alad Darb, 11/2]
3) Puasa sunnah Syawwal juga disyari’atkan dalam rangka membentengi diri dari tipuan setan terhadap hamba yang telah beribadah di bulan Ramadhan. Asy-Syaikh Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah berkata,
بعد شهر رمضان وبعد أن أدى المسلمون ما أدوا فيه من عبادة الله قد يلحق بعض الناس الفتور عن الأعمال الصالحة؛ لأن الشيطان يتربص بعباد الله الدوائر ويقعد لهم بكل صراط، وقد أقسم أن يأتي بني آدم من بين أيديهم ومن خلفهم وعن أيمانهم وعن شمائلهم وقال: {لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ} [الأعراف:16] ولكن العاقل إذا تبصر واعتبر علم أنه لا انقطاع للعمل الصالح إلا بالموت، لقول الله تعالى: {وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ} [الحجر:99]
“Setelah bulan Ramadhan dan setelah kaum muslimin mengerjakan sejumlah ibadah kepada Allah di bulan itu, bisa jadi sebagian manusia melemah semangatnya untuk beramal shalih. Karena setan selalu menunggu kesempatan untuk dapat menjerumuskan hamba-hamba Allah dan menghalangi mereka dari jalan yang lurus dengan segala cara, dan sungguh ia telah bersumpah untuk mendatangi anak Adam dari arah depan, belakang, kanan dan kiri seraya berkata:
لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ
“Sungguh aku benar-benar akan menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus.” (Al-A’raf: 16)
Akan tetapi orang yang berakal, apabila ia melihat dengan ilmu dan mengambil pelajaran maka ia pun mengetahui bahwa tidak boleh putus amal shalih kecuali dengan kematian, berdasarkan firman Allah ta’ala:
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan beribadahlah kepada Rabbmu sampai datang kepadamu kematian.” (Al-Hijr: 99).” [Liqo’Al-Baabil Maftuh no. 86]
4) Puasa 6 hari di bulan Syawwal hukumnya sunnah menurut mayoritas ulama, kecuali dinukil dari Al-Imam Malik rahimahullah bahwa beliau tidak berpendapat sunnahnya, dan pendapat beliau tertolak dengan adanya hadits di atas (Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 10/389 no. 4763)
5) Puasa ini dapat dimulai sejak tanggal 2 Syawwal sampai berakhir bulan Syawwal, dan boleh dikerjakan secara berurutan maupun terpisah (Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 10/391 no. 3475)
6) Bagi yang memiliki hutang puasa Ramadhan hendaklah ia mengqodhonya terlebih dahulu sebelum berpuasa sunnah Syawwal, karena yang wajib hendaklah didahulukan daripada yang sunnah dan karena dalam hadits disebutkan barangsiapa yang berpuasa Ramadhan lalu ia ikutkan dengan puasa Syawwal, bukan berpuasa sebagian Ramadhan saja (Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 10/392 no. 2264)
7) Bagi yang terlanjur berpuasa sunnah sebelum mengqodho hutang puasa wajib Ramadhan maka ia telah salah karena yang wajib lebih utama didahulukan dan ia tidak mendapatkan pahala puasa setahun penuh karena ia hanya berpuasa sebagian Ramadhan, namun demikian puasa qodho yang ia lakukan setelah puasa Syawwal tetap sah (Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 10/382 no. 2232)
8) Tidak dibenarkan berniat puasa qodho’ dan puasa sunnah Syawwal sekaligus, karena keduanya adalah ibadah tersendiri (Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 10/383 no. 6497).
9) Puasa sunnah ada dua bentuk, muthlaq (umum, tanpa terikat waktu dan sebab tertentu) dan muqoyyad(terikat waktu dan sebab tertentu seperti puasa Senin Kamis dan puasa 6 hari di bulan Syawwal), maka yang pertama tidak disyaratkan berniat sejak malam harinya, boleh berniat di pagi hari asalkan belum melakukan pembatal puasa. Adapun yang kedua harus diniatkan sejak malam hari sebelum terbit fajar untuk mendapatkan pahala penuhnya, sebab hitungan satu hari adalah sejak terbit fajar, jika seseorang berniat setelah terbit fajar maka tidak terhitung satu hari (Faidah dari Fatawa Nuurun ‘alad Darbi Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah)
10) Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berpendapat tidak ada qodho untuk puasa Syawwal, baik ditinggalkan dengan ‘udzur maupun tanpa ‘udzur, karena puasa Syawwal terkait waktu, apabila waktunya telah berlalu maka tidak lagi disyari’atkan (lihat Majmu’ Fatawa Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah, 15/388 no. 146).
Adapun Asy-Syaikh Ibnul ‘Utaimin rahimahullah berpendapat boleh mengqodho puasa sunnah Syawwal setelah berakhir bulan Syawwal, dengan syarat ada ‘udzur syar’i ketika meninggalkannya, seperti safar, sakit atau mengqodho puasa wajib, karena sebagaimana puasa Ramadhan dapat diqodho apabila ditinggalkan dengan ‘udzur syar’i maka demikian pula puasa Syawwal (Faidah dari Liqo Al-Babil MaftuhSyaikh Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah).
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
FansPage Website: Sofyan Chalid bin Idham Ruray [www.fb.com/sofyanruray.info]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar