Ta’awwudz di Dalam Sholat
Dari Kejahatan Syaithon yang Terlaknat
Dari Kejahatan Syaithon yang Terlaknat
بسم الله الرحمن الرحيم
إِنَّ الحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهِ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أما بعد:
إِنَّ الحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهِ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أما بعد:
Sesungguhnya alloh telah menciptakan jannah dan telah menentukan siapa-siapa penghuninya. Dia juga telah menetapkan jalan-jalan serta sebab-sebab yang mengantarkan hamba-hambaNya untuk bisa memasukinya, berupa tauhid, sholat dan zakat serta amalan-amalan lain yang dicintai Nya.
Alloh juga telah menciptaan neraka dan menentukan siapa-siapa yang bakal menjadi penghuninya, berikut sebab-sebab yang mengakibatkan mereka terjerumus ke dalamnya yang berupa kesyirikan, kekafiran, kemaksiatan dan perkara-perkara lainnya yang dimurkai Nya.
Diantara sebab terbesar yang menjerumuskan manusia ke dalam kesesatan dan kesengsaraan adalah Syaithon, musuh yang senantiasa mengintai dan mencari jalan untuk menikam. Oleh karena itulah Alloh peringatkan kita dalam firman Nya:
Alloh juga telah menciptaan neraka dan menentukan siapa-siapa yang bakal menjadi penghuninya, berikut sebab-sebab yang mengakibatkan mereka terjerumus ke dalamnya yang berupa kesyirikan, kekafiran, kemaksiatan dan perkara-perkara lainnya yang dimurkai Nya.
Diantara sebab terbesar yang menjerumuskan manusia ke dalam kesesatan dan kesengsaraan adalah Syaithon, musuh yang senantiasa mengintai dan mencari jalan untuk menikam. Oleh karena itulah Alloh peringatkan kita dalam firman Nya:
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِير
“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah dia musuh(mu), Sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala. (QS. Fathir: 6)
Seorang yang berakal ketika diberitahu bahwa ada musuh yang senantiasa mengawasi dan mencari kelengahan dan tipu daya tentu akan berusaha sekuat mungkin untuk mencari perlindungan dan sebab-sebab yang bisa menghancurkan musuh tersebut.
Oleh karena itu ketahuilah –semoga Alloh memberikan penjagaan kepada kita- bahwa tidak ada benteng perlindungan yang lebih kuat, tidak pula senjata yang lebih ampuh kecuali dengan kembali kepada Alloh, Dzat yang Maha Kuasa dan Bijaksana, dengan meminta perlindungan dan penjagaan serta kekokohan dan mengahadapi serangan, godaan serta tipu daya syaiton si musuh yang ternaknat ini.
Diantara benteng yang Alloh berikan untuk hamba-hambanya adalah isti’adzah (permintaan perlindungan) yang hal ini merupakan salah satu ibadah yang mulia, sebagaimana firman Nya:
Oleh karena itu ketahuilah –semoga Alloh memberikan penjagaan kepada kita- bahwa tidak ada benteng perlindungan yang lebih kuat, tidak pula senjata yang lebih ampuh kecuali dengan kembali kepada Alloh, Dzat yang Maha Kuasa dan Bijaksana, dengan meminta perlindungan dan penjagaan serta kekokohan dan mengahadapi serangan, godaan serta tipu daya syaiton si musuh yang ternaknat ini.
Diantara benteng yang Alloh berikan untuk hamba-hambanya adalah isti’adzah (permintaan perlindungan) yang hal ini merupakan salah satu ibadah yang mulia, sebagaimana firman Nya:
وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيم
“Jika syaithon menggodamu dengan suatu godaan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah As-Sami’ (yang Maha mendengar), Al-‘Alim (lagi Maha mengetahui).” (QS.Fushilat: 36)
Seorang muslim juga harus sadar bahwa musuh satu ini berusaha sebisa mungkin untuk merusak ibadah yang dilakukan muslim tersebut, baik itu sholat, membaca Al-Quran maupun ibadah-ibadah yang mulia lainnya. Oleh karena itu dalam tulisan ini penulis akan berusaha untuk memaparkan secara ringkas bagaimana adab dan tata cara isti’adzah di dalam sholat sehingga kita bisa benar dalam beribadah dan mendapatkan perlindungan yang diharapkan.
• Isti’adzah (atau Ta’awwudz) ketika hendak membaca Al-Quran baik dalam Sholat atau selainnya.
Alloh telah berfirman:
• Isti’adzah (atau Ta’awwudz) ketika hendak membaca Al-Quran baik dalam Sholat atau selainnya.
Alloh telah berfirman:
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيم
“Apabila kamu (hendak) membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl: 98)
Ayat ini adalah dalil utama dalam permasalahan ini. Karena itu hendaknya kita bisa memahaminya dengan baik sehingga bisa dengan mudah mengambil hukum darinya.
Dalam ayat di atas Alloh memerintahkan seseorang yang hendak membaca Al-Quran untuk meminta perlindungan dari Syaithon. -Ucapan permintaan perlindungan ini disebut dalam bahasa Arab dengan ta’awwudz-.
Hukum asal dalam suatu perintah yang datang dari Alloh dan Rosul-Nya adalah wajib, oleh karena itu beberapa ulama menyatakan bahwa ta’awwudz tersebut hukumnya wajib.
Namun disana ada dalil lain yang menjadikan bahwa hukum asal tersebut tidak diberlakukan. Dalil tersebut adalah perbuatan Rosululloh –Shollallohu ‘alahi wa sallam- ketika membaca Ayat-ayat Al-Qur’an di dalam Khutbah. Beliau dalam khutbah-khutbah itu tidak membaca ta’awwudz.
Hal ini menunjukkan bahwa perintah yang ada di ayat An-Nahl tidaklah wajib melainkan mustahab (sunat). Ini adalah pendapat jumhur ulama dan inilah pendapat yang benar. Wallohu a’lam.
Walaupun demikian tidak sepantasnya seorang muslim meninggalkannya, mengingat butuhnya kita akan amalan sholeh serta perlindungan yang kuat dari tipu daya syaithon yang menjerat.
Asy-Syaikh Utsaimin –Rohimahulloh- mengatakan:
Dalam ayat di atas Alloh memerintahkan seseorang yang hendak membaca Al-Quran untuk meminta perlindungan dari Syaithon. -Ucapan permintaan perlindungan ini disebut dalam bahasa Arab dengan ta’awwudz-.
Hukum asal dalam suatu perintah yang datang dari Alloh dan Rosul-Nya adalah wajib, oleh karena itu beberapa ulama menyatakan bahwa ta’awwudz tersebut hukumnya wajib.
Namun disana ada dalil lain yang menjadikan bahwa hukum asal tersebut tidak diberlakukan. Dalil tersebut adalah perbuatan Rosululloh –Shollallohu ‘alahi wa sallam- ketika membaca Ayat-ayat Al-Qur’an di dalam Khutbah. Beliau dalam khutbah-khutbah itu tidak membaca ta’awwudz.
Hal ini menunjukkan bahwa perintah yang ada di ayat An-Nahl tidaklah wajib melainkan mustahab (sunat). Ini adalah pendapat jumhur ulama dan inilah pendapat yang benar. Wallohu a’lam.
Walaupun demikian tidak sepantasnya seorang muslim meninggalkannya, mengingat butuhnya kita akan amalan sholeh serta perlindungan yang kuat dari tipu daya syaithon yang menjerat.
Asy-Syaikh Utsaimin –Rohimahulloh- mengatakan:
وفائدةُ الاستعاذة: ليكون الشيطانُ بعيداً عن قلب المرءِ، وهو يتلو كتابَ الله حتى يحصُل له بذلك تدبّرُ القرآن وتفهّمُ معانيه، والانتفاعُ به؛ لأن هناك فَرْقاً بين أن تقرأ القرآنَ وقلبُك حاضرٌ وبين أن تقرأ وقلبُك لاهٍ.
“Faidah isti’adzah adalah agar Syaithon menjadi jauh dari hati seseorang ketika dia membaca kitabulloh sehingga dengannya dia bisa men-tadabburi qur’an dan memahami maknanya, serta mengambil manfaat darinya. Sebab disana ada perbedaan (nyata) tatkala kamu membaca Al-quran dalam keadaan hati penuh konsentrasi, dan tatkala kamu membacanya tapi hatimu lalai.”
• Kapan seseorang membaca “ta’awwudz”?
Pada ayat yang telah disebutkan di depan, Alloh mengatakan:
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ
Yang nampak sekilas dari ayat ini, dipahami bahwa ta’awwudz itu setelah selesai membaca Al-Quran, karena dipakai padanya fi’il madhi (kata kerja yang menunjukkan waktu yang telah lampau). Akan tetapi pemahaman ini tidaklah benar, sebab para ulama tafsir menyatakan bahwa pada ayat ini ada kata yang ditiadakan, dan mereka mengatakan bahwa makna ayat:
فَإِذَا أَرَدْتَ قِرَاءَةَ الْقُرْآنِ فَاسْتَعِذْ بِالله
“Jika engkau ingin membaca Al-Quran maka mintalah pertolongan kepada Alloh.”
Kalau kita sudah paham makna ayat ini, jelaslah bahwa ta’awwudz itu dibaca ketika akan membaca Al-Quran.
Mungkin seseorang akan bertanya: “Kalau di sholat kapan kita membacanya?”
Tentu jawabannya adalah ketika akan membaca Al-Fatihah, sebab inilah awal kali ayat Al-Quran yang dibaca oleh seseorang yang sholat. Adapun Surat yang dibaca setelahnya maka tidak perlu lagi membaca ta’awudz, tapi langsung membaca basmalah kemudian baca surat.
Apabila seseorang ingin membaca setelah Al-Fatihah beberapa ayat Al-Quran saja, dan tidak membacanya dari awal surat maka tidak perlu baginya untuk membaca ta’awudz maupun basmalah.
Apakah ta’awwudz ini diulang setiap rokaat ketika ingin baca Al-Fatihah?
Ayat di depan menunjukkan bahwa ta’awwudz dibaca setiap memulai bacaan Al-Quran, jadi kita tarik hukum darinya bahwa ta’awwudz dibaca pada setiap rokaat, sebab antara rokaat yang satu dengan yang lainnya telah dipisah dengan ruku’, sujud dan bacaan-bacaan selain Al-Quran.
Namun, apabila seseorang mencukupkan diri dengan ta’awwudz yang ia baca pada rokaat pertama maka tidak mengapa, sebab perbedaan ulama dalam masalah ini adalah perbedaan masalah afdholiyah (perkara mana yang lebih utama) yang tidak ada pengingkaran pada seseorang yang berpendapat dengan pendapat yang berbeda. Wallohu A’lam.
• Lafadz Ta’awwudz:
Dalam mengamalkan ayat terdahulu tentang perintah untuk ta’awwudz sebelum baca Al-Quran seseorang boleh mencukupkan dengan yang ada di Al-Quran dengan melafadkan:
أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Akan tetapi apabila ia mau menambah dengan tambahan yang dicontohkan Rosululloh –Shollallohu ‘alahi wa sallam- tentu lebih baik dan utama:
أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِه
“Aku berlindung kepada Alloh dari Syaithon yang terkutuk; dari was-was (yang dimunculkannya) dan kesombongannya serta sihir (yang disebarnya).”
• Bagaimanakah cara membacanya, dikeraskan atau tidak?
Jumhur ulama mengatakan bahwa ta’awwudz dibaca sirr (lirih, tidak dikeraskan sehingga didengar orang lain), sebab hukum asal dalam membaca dzikir di dalam sholat adalah secara sirr, kecuali yang datang dalil tentang keluarnya hal tersebut dari hukum asal ini.
Inilah beberapa permasalahan seputar ta’awwudz yang bisa kami sampaikan pada tulisan ini, semoga bisa bermanfaat baik bagi penulis pribadi maupun bagi pembaca sekalian.
• Kapan seseorang membaca “ta’awwudz”?
Pada ayat yang telah disebutkan di depan, Alloh mengatakan:
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ
Yang nampak sekilas dari ayat ini, dipahami bahwa ta’awwudz itu setelah selesai membaca Al-Quran, karena dipakai padanya fi’il madhi (kata kerja yang menunjukkan waktu yang telah lampau). Akan tetapi pemahaman ini tidaklah benar, sebab para ulama tafsir menyatakan bahwa pada ayat ini ada kata yang ditiadakan, dan mereka mengatakan bahwa makna ayat:
فَإِذَا أَرَدْتَ قِرَاءَةَ الْقُرْآنِ فَاسْتَعِذْ بِالله
“Jika engkau ingin membaca Al-Quran maka mintalah pertolongan kepada Alloh.”
Kalau kita sudah paham makna ayat ini, jelaslah bahwa ta’awwudz itu dibaca ketika akan membaca Al-Quran.
Mungkin seseorang akan bertanya: “Kalau di sholat kapan kita membacanya?”
Tentu jawabannya adalah ketika akan membaca Al-Fatihah, sebab inilah awal kali ayat Al-Quran yang dibaca oleh seseorang yang sholat. Adapun Surat yang dibaca setelahnya maka tidak perlu lagi membaca ta’awudz, tapi langsung membaca basmalah kemudian baca surat.
Apabila seseorang ingin membaca setelah Al-Fatihah beberapa ayat Al-Quran saja, dan tidak membacanya dari awal surat maka tidak perlu baginya untuk membaca ta’awudz maupun basmalah.
Apakah ta’awwudz ini diulang setiap rokaat ketika ingin baca Al-Fatihah?
Ayat di depan menunjukkan bahwa ta’awwudz dibaca setiap memulai bacaan Al-Quran, jadi kita tarik hukum darinya bahwa ta’awwudz dibaca pada setiap rokaat, sebab antara rokaat yang satu dengan yang lainnya telah dipisah dengan ruku’, sujud dan bacaan-bacaan selain Al-Quran.
Namun, apabila seseorang mencukupkan diri dengan ta’awwudz yang ia baca pada rokaat pertama maka tidak mengapa, sebab perbedaan ulama dalam masalah ini adalah perbedaan masalah afdholiyah (perkara mana yang lebih utama) yang tidak ada pengingkaran pada seseorang yang berpendapat dengan pendapat yang berbeda. Wallohu A’lam.
• Lafadz Ta’awwudz:
Dalam mengamalkan ayat terdahulu tentang perintah untuk ta’awwudz sebelum baca Al-Quran seseorang boleh mencukupkan dengan yang ada di Al-Quran dengan melafadkan:
أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Akan tetapi apabila ia mau menambah dengan tambahan yang dicontohkan Rosululloh –Shollallohu ‘alahi wa sallam- tentu lebih baik dan utama:
أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِه
“Aku berlindung kepada Alloh dari Syaithon yang terkutuk; dari was-was (yang dimunculkannya) dan kesombongannya serta sihir (yang disebarnya).”
• Bagaimanakah cara membacanya, dikeraskan atau tidak?
Jumhur ulama mengatakan bahwa ta’awwudz dibaca sirr (lirih, tidak dikeraskan sehingga didengar orang lain), sebab hukum asal dalam membaca dzikir di dalam sholat adalah secara sirr, kecuali yang datang dalil tentang keluarnya hal tersebut dari hukum asal ini.
Inilah beberapa permasalahan seputar ta’awwudz yang bisa kami sampaikan pada tulisan ini, semoga bisa bermanfaat baik bagi penulis pribadi maupun bagi pembaca sekalian.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ.
Oleh: Abu Zakaria Irham bin Ahmad Al-Jawiy
Perpustakaan Darul Hadits Dammaj,
Malam Sabtu 6 jumadi tsani 1433.
Semoga Alloh menjaganya dari segala kejelekan
Oleh: Abu Zakaria Irham bin Ahmad Al-Jawiy
Perpustakaan Darul Hadits Dammaj,
Malam Sabtu 6 jumadi tsani 1433.
Semoga Alloh menjaganya dari segala kejelekan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar