Kumpulan Soal-Jawab Bulan Sya’ban 1434 H
بسم الله الرحمن الرحيم
SOAL JAWAB BERSAMA AHLU ILMI
Dammaj, 29 Sya’ban 1434 H
الحمد لله وأشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله، اللهم صل وسلم على محمد وعلى آله أجمعين، أما بعد
Berikut ini adalah sebagian soal-soal dari para ikhwah di tanah air yang dititipkan ke saya untuk dicarikan jawabannya, sekalipun secara ringkas karena keterbatasan waktu dari para masyayikh dan si perantara. Yang ingin jawaban dengan dalil-dalilnya, silakan mencari dan menelusuri, dan itu bagus sekali. Adapun yang meminta itu dari kami, maka untuk saat ini, hanya kesimpulan-kesimpulan inilah yang bisa saya dapatkan dari beberapa ulama. Di bulan-bulan ini para ulama Dammaj amat sibuk dengan berbagai ujian. Para hizbiyyun menyerang dengan tuduhan-tuduhan palsu, didukung sebagian ulama yang dengki dan zholim. Dari sisi lain Rofidhoh juga membikin gangguan-gangguan dan teror ke Dammaj, terkadang dengan suara-suara tembakan ke pelajar yang sedang di gunung, terkadang dengan surat-surat ancaman ke Asy Syaikh Yahya, terkadang dengan mengirimkan tim Lajnah yang datang silih berganti sangat mengganggu.
Untuk pekan-pekan ini saja Asy Syaikh Abu Amr sibuk menulis dua risalah untuk membantah hizbiyyin yang menyerang Ahlussunnah. Namun beliau menyempatkan diri menjelang maghrib tanggal 29 Sya’ban ini untuk menjawab beberapa soal dari tanah air.
Soal pertama:
jika kita diundang walimah nikah maka manakah yang lebih utama: kita membatalkan puasa sunnahataukah makan hidangan walimah?
Jawaban Asy Syaikh Abu Amr Al Hajuriy حفظه الله:
Jika dia ada keinginan untuk makan, silakan dia makan. Tapi jika dia memang ingin melanjutkan puasanya, maka puasa lebih baik untuknya.
Soal kedua:
Bolehkah kita mengambil atau mengutip ilmu/pendapat Abu Hamid al Ghazali? Ahlussunah kah Abu Hamid Al Ghozali?
Jawaban Asy Syaikh Abu Amr Al Hajuriy حفظه الله:
Abu Hamid Al Ghozaliy mubtadi’. Jangan menukil dari dia. Memang dia punya banyak ucapan yang bagus di beberapa bidang. Adapun sebagian ulama yang menukil darinya, maka itu adalah ijtihad dari mereka.
Soal ketiga:
Bila ada akhwat seorang dokter dan membuka praktek khusus untuk perempuan dan anak-anak saja?
Jawaban Asy Syaikh Abu Amr Al Hajuriy حفظه الله:
Boleh saja tapi hanya untuk melayani perempuan, dan anak-anak. Yang pasien laki-laki harus belum mumayyiz (belum bisa membeda laki-laki dan perempuan).
Soal keempat:
Berapa jarak tempuh (dalam kilometer) yang rojih yang bisa dikatakan sebagai SAFAR ? Apakah jarak tempuh yang dimaksud adalah ditempuh dengan berjalan kaki atau dengan naik kendaran seperti mobil atau pesawat?
Jawaban Asy Syaikh Abu Amr Al Hajuriy حفظه الله:
Jika tidak didapatkan hakikat sya’riyyah, maka kembali pada hakikat ‘urfiyyah. Banyak ulama yang kembali kepada kebiasaan masyarakat setempat dalam menilai jarak safar. Akan tetapi lebih baik kita kembali kepada hadits Abi Sa’id Al Khudriy رضي الله عنه bahwasanya Rosululloh صلى الله عليه وسلم mengqoshor dalam jarak perjalanan setengah hari.
Soal: apakah diukur dengan naik tunggangan ataukah dengan jalan kaki?
Beliau menjawab: dengan jalan kaki.
Soal kelima:
Kapan kita dapat mulai meng-qhosor sholat dalam perjalan safar ? dapatkah dari rumah sebelum berangkat? atau hanya semasa dalam perjalanan saja? atau hanya bila sampai ditempat tujuan? dapatkah kita meng-qhoSOR SHOLAT bila kita baru saja kembali atau tiba ke rumah dari safar?
Jawaban Asy Syaikh Abu Amr Al Hajuriy حفظه الله:
Jika dia masih di rumah, tidak boleh mengqoshor. Dia boleh mulai mengqoshor jika telah meninggalkan desanya, jika hendak safar. Dan dia boleh terus mengqoshor sampai dia pulang, sebelum masuk ke desanya kembali.
Soal keenam:
Bolehkah seorang akhwat memakai celana panjang (laki-laki) dalam melakukan perjalanan bersama suaminya dengan menggunakan MOTOR?
Jawaban Asy Syaikh Abu Amr Al Hajuriy حفظه الله:
Kami menasihatinya untuk jangan berbuat itu, dan jangan membiasakan diri naik motor, karena kemungkinan besar akan menyingkap atau menggambarkan sebagian aurotnya.
Soal ketujuh:
Apakah dzikir-dzikir pagi dan sore itu semuanya dibaca dan berurutan seperti yang di buku-buku dzikir atau berganti-gantian setiap harinya dan tidak ada urutan yang syar’i? bagaimana dengan dzikir-dzikir sebelum tidur?
Jawaban Asy Syaikh Abu Amr Al Hajuriy حفظه الله:
Boleh saja itu. Iya, tidak apa-apa.
Soal kedelapan:
Apakah benar jahr wa ta’dil sudah berakhir masanya pada zaman ini? Dan apakah benar Syaikh Alfauzan dan Syaikh ‘Abdul Muhsin Al’abbad mengatakan demikian?
Jawaban Asy Syaikh Abu Amr Al Hajuriy حفظه الله:
Itu tidak benar. Untuk kedua Syaikh tersebut, perlu dicarikan buktinya dulu.
Soal kesembilan:
Ana pernah mendengar seorang ustadz dari makassar mengatakan bahwa Syaikh Hasan bin Qosim Ar Roimiy hanyalah seorang thullab. Bagaimana tanggapan mengenai hal ini?
Jawaban Asy Syaikh Abu Amr Al Hajuriy حفظه الله:
Asy Syaikh Hasan bin Qosim adalah seorang tholib, seorang syaikh, dan sekaligus seorang alim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar