Soal ditujukann kepada Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Baz -rahimahulloh-
Soal : Aku ingin sekali berjihad. Sungguh semangat jihad telah mengisi setiap celah dalam kalbuku. Aku pun tak bisa bersabar menahannya.
Aku mencoba meminta izin bunda, namun bunda tak merestui. Aku teramat kecewa. Karena aku merasa tak bisa dijauhkan dari jihad.
Samahatusy Syaikh...
Cita-citaku dalam hidup ini adalah jihad fi sabilillah, berperang di jalan-Nya. Namun bunda tak merestui.
Berikanlah aku jalan keluar, jazakallahu khoir.
Jawab : Berkorban (baca:berjihad) untuk bunda terhitung jihad yang agung. Tetapilah bundamu. Berbaktilah padanya.Kecuali jika pemerintah memanggilmu berjihad, maka bersegeralah. Berdasarkan sabda Nabi,
"Jika engkau diminta (pemerintah) berangkat jihad, segeralah penuhi panggilannya." (HR. Bukhori)
Dan selama pemerintah belum memanggilmu, berbaktilah pada bundamu. Layanilah beliau. Dan ketahuilah, kebaktianmu pada beliau termasuk jihad yang agung.Dahulu Nabi lebih mengutamakannya atas jihad fi sabilillah, sebagaimana datang dalam hadits shoheh dari Rasululloh.Beliau ditanya, "amalan apakah yang paling mulia?"
|
Kamis, 27 Februari 2014
Saat semangat jihad menggelora dan bunda tak merestui
Selasa, 25 Februari 2014
Ban Itu Ada Batas Kecepatannya Lho
Ban Itu Ada Batas Kecepatannya Lho
M Luthfi Andika - detikOto
Rabu, 26/02/2014 14:16 WIB
Ada huruf H, berarti kecepatan maksimal 210 km per jam
Jakarta -Berapa kecepatan mobil yang biasa Anda kendarai Otolovers? Sampai red line kah? Jangan buru-buru nginjak pedal gas dalam-dalam lihat dulu kemampuan ban mobil Anda.
Sebuah ban ternyata memiliki batas kecepatan masing-masing. Sehingga bisa dipastikan pengendara harus bisa memilih ban yang tepat untuk mobil kesayangan Anda, karena semuanya jelas tertera dalam dinding ban.
Lalu bagaimana cara bacanya ya Otolovers?
Sebuah ban ternyata memiliki batas kecepatan masing-masing. Sehingga bisa dipastikan pengendara harus bisa memilih ban yang tepat untuk mobil kesayangan Anda, karena semuanya jelas tertera dalam dinding ban.
Lalu bagaimana cara bacanya ya Otolovers?
TALAK DALAM ISLAM
Ditulis oleh: Al Ustadz Abu Umar Ibrohim
– Bagian Pertama
Talak secara bahasa bermakna melepaskan dan meninggalkan.
Adapun secara istilah adalah melepas ikatan nikah, baik secara keseluruhan atau pun sebagiannya.
Adapun pembahasan tentang talak yang memutus seluruh ikatan pernikahan atau disebut talak ba’in, dan talak yang memutus sebagian ikatan pernikahan atau disebut talak raj’i akan datang pembahasannya, insya Allah.
|
Senin, 24 Februari 2014
Faedah-Faedah Fiqhiyah dari Kitab Umdatul Ahkam (Hadits ke-15)
Faedah-Faedah Fiqhiyah dari Kitab Umdatul Ahkam (Hadits ke-15)
- admin
- February 25, 2014
- No Comments
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْحَارِثِ بْنِ رِبْعِيٍّ الْأَنْصَارِيِّ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -: أَنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَالَ «لَا يُمْسِكَنَّ أَحَدُكُمْ ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ وَهُوَ يَبُولُ وَلَا يَتَمَسَّحْ مِنْ الْخَلَاءِ بِيَمِينِهِ وَلَا يَتَنَفَّسْ فِي الْإِنَاءِ»
“Dari Abu Qatadah Al Harits bin Rib’iy Al Anshari_radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah salah seorang di antara kalian memegang kelaminnya dengan tangan kanan pada waktu kencing. Janganlah mengusap dengan tangan kanan saat buang hajat, dan jangan bernafas di dalam bejana.” [HR. Al Bukhari – Muslim]
Faedah yang terdapat dalam Hadits:
Kewajiban Atas Persendian Kita
Kewajiban Atas Persendian Kita
كُلُّ سُلاَمَى عَلَيْهِ صَدَقَةٌ كُلَّ يَوْمٍ…
“Setiap persendian manusia ada kewajiban bershadaqah setiap harinya…”
(HR. al-Bukhari dan Muslim).
Para pembaca rahimakumullah, Maha suci dan Maha Besar Allah ‘Azza wa jalla yang telah menciptakan makhluk-makhluk-Nya dengan struktur yang penuh kesempurnaan.Termasuk di dalamnya manusia.Allah ‘Azza wa jalla berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (at-Tiin: 4).
Di antara nikmat terbesar yang manusia dapatkan adalah keteraturan struktur dan bentuk tubuh.
Faedah-Faedah Fiqhiyah dari Kitab Umdatul Ahkam (Hadits ke-14)
Faedah-Faedah Fiqhiyah dari Kitab Umdatul Ahkam (Hadits ke-14)
- admin
- February 21, 2014
- No Comments
عنْ أنَس بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ الله عَنْهُ، أنَّهُ قَالَ: “كَانَ رَسول الله يَدْخُلُ الخلاء فَأحْمِلُ أنَا وَغُلام نَحوِى إدَاوَةً مِنْ ماء وَعَنَزَةَ فَيَسْتَنْجِي بِاْلمَاء”
“dari Anas bin Malik_radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pergi buang hajat, maka saya dan seorang pemuda sepertiku membawa satu ember berisi air dan kayu tombak, lalu beliau beristinja’ dengan air.”[HR. Al Bukhari – Muslim]
Faedah yang terdapat dalam Hadits:
Rabu, 19 Februari 2014
Dunia Itu Bangkai !
AqidahAqidah, Dunia, Fitnah DuniaAdmin
Dunia Itu Bangkai !
oleh : Abu Nasiim Mukhtar “iben” Rifai La Firlaz
.
Dunia itu ibarat seonggok bangkai, dan seekor singa tidak akan melahap onggokan bangkai!
***
Burung Hud-Hud sungguh-sungguh di dalam menjalankan perintah Sulaiman. Sepucuk surat yang berisi perintah agar Ratu Saba’ beserta seluruh rakyatnya untuk tunduk dan beribadah kepada Allah telah sampai di genggaman tangan Ratu Saba’.
Selasa, 18 Februari 2014
Khalifah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam Abu Bakr Shiddiq radhiyallahu’anhu
Oleh Al-Ustadz Abu Muhammad Harits
Nasab dan Masa Kelahirannya
Dilahirkan dengan nama ‘Abdullah bin Abi Quhafah ‘Utsman bin ‘Amir bin ‘Amr bin Ka’b bin Sa’d bin Taym bin Murrah bin Ka’b bin Luay bin Ghalib al-Qurasyi at-Taymi. Abu Bakr lebih dikenal dengan kuniahnya, dari al-bakr (unta muda).
‘Abdullah bin Abi Quhafah dilahirkan sesudah Tahun Gajah, selang dua tahun sesudah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam lahir. Nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pada kakek keenam, Murrah bin Ka’b bin Luay.
Pada masa dewasanya, dalam Islam, Abu Bakr menerima berbagai julukan yang menunjukkan ketinggian pribadi beliau, di antaranya:
|
Senin, 17 Februari 2014
Hadist ” Membantah Hujah Praktik Mut’ah”
Hadist ” Membantah Hujah Praktik Mut’ah”
(73 Views) September 1, 2013 9:22 pm | Published by admin | No comment
Al-Ustadz Abu Nasim Mukhtar bin Rifai
عَنْ عَلِيٍّ أَنَّهُ سَمِعَ ابْنَ عَبَّاسٍ يُلَيِّنُ فِي مُتْعَةِ النِّسَاءِ فَقَالَ: مَهْلًا يَا ابْنَ عَبَّاسٍ، فَإِنَّ رَسُولَ اللهِ, نَهَى عَنْهَا يَوْمَ خَيْبَرَ وَعَنْ لُحُومِ الْحُمُرِ الْإِنْسِيَّةِ
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah mendengar Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bersikap lunak tentang praktik mut’ah atas kaum wanita. Lalu, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pun menegur, “Hati-hati, wahai Ibnu Abbas! Sebab, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallamtelah melarang praktik mut’ah pada Perang Khaibar. Demikian juga, beliau melarang untuk mengonsumsi keledai peliharaan.”
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu Membolehkan Mut’ah?
Awalnya, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma memang memperbolehkan nikah mut’ah (HR. al-Bukhari no. 5116 dan Muslim no. 1407). Namun, beliau diingkari oleh para sahabat, seperti Abdullah bin Umar, Abdullah bin az- Zubair, dan tentu saja Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, sebagaimana halnya riwayat di atas. Dalam beberapa riwayat diterangkan bahwa pendapat Ibnu Abbas itu pun hanya dalam keadaan darurat, sebagaimana halnya hukum darah, bangkai, dan daging babi. Hanya saja, sebagian orang bermudah-mudah dengan fatwa tersebut. Akhirnya, Ibnu Abbas pun rujuk dan mencabut fatwa tersebut.
Abu ‘Awanah (al-Mustakhraj, no. 4057) meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari ar-Rabi’ bin Sabrah, beliau berkata, “Sebelum meninggal dunia, Ibnu Abbas telah rujuk dari fatwa tersebut.” Lalu, apakah termasuk sikap adil, menisbatkan satu pendapat kepada seseorang, sementara ia sendiri telah rujuk dan mencabut pendapat tersebut?
Satu dari Dosa Syiah
Na’udzu billah minal hawa wal bida’! Benar-benar sebuah kejahatan dan kekejian besar! Agama diperalat sebagai alat pembenaran untuk melakukan sebuah dosa nista. Dengan iming-iming praktik mut’ah, sudah sekian banyak kaum muda menjadi korban paham Syiah yang menyesatkan. Setumpuk hadits palsu tentang pahala dan derajat tinggi bagi pelaku mut’ah tanpa malu dan rasa takut kepada Allah Subhanahu wata’ala disodorkan kepada kaum muda. Kejahilan akan hakikat Islam semakin memperparah kondisi mereka. Akhirnya? “Saya benar-benar menyesal! Lebih baik mati daripada hidup seperti ini. Saya menyangka praktik mut’ah adalah bagian dari syariat Islam. Ternyata, dusta kaum Syiah belaka!” sesal seorang pemuda.
Mut’ah sendiri artinya bentuk akad dengan seorang wanita untuk berhubungan suami istri, baik dalam jangka waktu tertentu maupun tidak, asalkan tidak lebih dari empat puluh lima hari, tanpa ada keharusan menafkahi, tidak menyebabkan saling mewarisi, tidak mengharuskan nasab, dan tanpa masa iddah. Bahkan, kalangan Syiah tidak mensyaratkan adanya wali dan saksi.
Takhrij Hadits
Hadits di atas diriwayatkan oleh al- Imam al-Bukhari (no. 1407), al-Imam Muslim (no. 4216), Ahmad (1/79), an-Nasa’i (6/125), at-Tirmidzi (no. 1121), dan Ibnu Majah (1961), lafadz hadits di atas adalah lafadz al-Imam Muslim rahimahumullah. Hadits di atas diriwayatkan dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, sahabat yang dihormati, dimuliakan, dan dijunjung tinggi oleh seluruh kaum muslimin, termasuk oleh kaum Syiah. Bahkan, menurut Syiah, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dianggap sebagai junjungan tertinggi mereka. Lantas mengapa mereka tidak meneladani Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu yang menegaskan bahwa praktik mut’ah telah diharamkan sampai hari kiamat?
Kemudian, siapakah perawi yang menyambung mata rantai sanad hadits di atas? Tidak lain putra kandung Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu sendiri yang bernama Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, yang lebih dikenal dengan Muhammad bin al-Hanafiyyah. Siapakah perawi yang berikutnya? Dua orang perawi. Kedua-duanya adalah putra kandung Muhammad bin al- Hanafiyyah, cucu Ali bin Abi Thalib. Pertama, Al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib; yang kedua adalah Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib. Bagi kaum Syiah yang mengaku cinta kepada Ali bin Abi Thalibradhiyallahu ‘anhu, buktikan kecintaan itu dengan meneladani beliau dan anak cucu beliau g yang telah melarang praktik mut’ah!
Hadits-Hadits tentang Mut’ah
Riwayat dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam tentang praktik mut’ah memang berbeda-beda. Ada sebagian riwayat menunjukkan tentang haramnya praktik mut’ah, namun ada juga riwayat yang secara jelas menerangkan bolehnya praktik mut’ah. Di sini salah satu letak keanehan kaum Syiah! Mereka berargumen dengan hadits-hadits yang membolehkan praktik mut’ah, padahal mereka sendiri mencela dan menolak kitab-kitab hadits yang meriwayatkan tentang bolehnya praktik mut’ah. Bagi mereka dan yang sependapat, hanya hadits-hadits yang membolehkan praktik mut’ah saja yang diterima. Sementara itu, seorang muslim yang berusaha memahami hadits dengan bimbingan ulama, dengan mudahnya memahami riwayat-riwayat tersebut.
Jika riwayat-riwayat tersebut direkonstruksi dengan sejarah, kesimpulan akhirnya akan sejalan dengan keterangan al-Imam an Nawawi rahimahullah dalam Syarah Shahih Muslim. Beliau mengatakan, “Pendapat yang benar dan dipilih, pengharaman dan pembolehan nikah mut’ah masing-masing terjadi sebanyak dua kali. Sebelum peristiwa Khaibar dihalalkan, kemudian pada saat perang Khaibar diharamkan. Lalu ketika terjadi Fathu Makkah—termasuk Perang Authas karena bersambung—, nikah mut’ah diperbolehkan lagi. Akan tetapi, tiga hari kemudian, nikah mut’ah diharamkan untuk selamanya sampai hari kiamat.” Sahabat Rabi’ bin Sabrah radhiyallahu ‘anhu berkata,
أَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ, بِالْمُتْعَةِ عَامَ الْفَتْحِ حِينَ دَخَلْنَا مَكَّةَ، ثُمَّ لَمْ نَخْرُجْ مِنْهَا حَتَّى نَهَانَا عَنْهَا
“Pada tahun Fathu Makkah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengizinkan kami untuk melakukan mut’ah ketika kami memasuki kota Makkah. Kemudian, tidaklah kami keluar meninggalkan kota Makkah kecuali dalam keadaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengharamkannya untuk kami.” (HR. Muslim no. 1406)
Penjelasan Syarhus Sunnah lil Muzani (Bag 14)
Ditulis Oleh Al Ustadz Abu Utsman Kharisman
PENDUDUK SURGA MERASAKAN KENIKMATAN-KENIKMATAN
Al-Muzani rahimahullah menyatakan:
وَأَهْلُ الْجَنَّةِ يَوْمَئِذٍ فِي الْجَنَّةِ يَتَنَعَّمُوْنَ وَبِصُنُوْفِ اللَّذَّاتِ يَتَلَذَّذُوْنَ وَبِأَفْضَلِ الْكَرَامَاتِ يُحْبَرُوْنَ
Dan penduduk surga pada hari itu bersenang-senang di surga, dengan berbagai kelezatan mereka menikmatinya. Dan dengan kemulyaan yang tertinggi mereka dimulyakan
PENJELASAN:
Penduduk surga akan mendapatkan segala macam bentuk kesenangan dan kenikmatan yang tak pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga, atau terbetik dalam hati.
قَالَ اللَّهُ أَعْدَدْتُ لِعِبَادِي الصَّالِحِينَ مَا لَا عَيْنٌ رَأَتْ وَلَا أُذُنٌ سَمِعَتْ وَلَا خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ فَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ
{ فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ }
Allah berfirman: Aku sediakan untuk hambaKu yang shalih, (surga) yang tidak pernah terlihat mata, tidak pernah terdengar telinga, dan tidak pernah terbesit dalam hati seorang manusia. Nabi menyatakan: bacalah firman Allah : << Maka tidak ada suatu jiwapun yang mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka berupa penyejuk pandangan mata (Q.S as-Sajdah:17)>>
Penghuni surga tidak akan pernah merasakan capek, sakit (sekecil apapun), tua, dan berbagai kekurangan lainnya
لَا يَمَسُّهُمْ فِيهَا نَصَبٌ وَمَا هُمْ مِنْهَا بِمُخْرَجِينَ
Mereka tidaklah merasakan capek, dan mereka tidak akan dikeluarkan (dari surga)(Q.S al-Hijr:48)
يُنَادِي مُنَادٍ إِنَّ لَكُمْ أَنْ تَصِحُّوا فَلَا تَسْقَمُوا أَبَدًا وَإِنَّ لَكُمْ أَنْ تَحْيَوْا فَلَا تَمُوتُوا أَبَدًا وَإِنَّ لَكُمْ أَنْ تَشِبُّوا فَلَا تَهْرَمُوا أَبَدًا وَإِنَّ لَكُمْ أَنْ تَنْعَمُوا فَلَا تَبْأَسُوا أَبَدًا فَذَلِكَ قَوْلُهُ عَزَّ وَجَلَّ { وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمْ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ }
Akan ada penyeru yang berseru (pada penduduk surga): Sesungguhnya kalian akan selalu sehat dan tidak akan sakit selamanya, kalian hidup dan tidak akan mati selamanya, kalian muda tidak akan tua selamanya, kalian akan merasakan nikmat tidak akan merasa sengsara selamanya. Itulah (makna) firman Allah Azza Wa Jalla: << dan diserukan : Itulah surga yang Aku wariskan kepada kalian disebabkan apa yang kalian perbuat (Q.S Al-A’raaf:43)>> (H.R Muslim no 5069).
Kenikmatan Penduduk Surga Paling Bawah
Penghuni surga yang paling rendah tingkatannya adalah yang memiliki kekuasaan seluruh dunia sejak Allah ciptakan hingga Allah hancurkan (saat kiamat) ditambah 10 kali lipat, sebagaimana disebutkan dalam hadits tentang seseorang yang paling akhir dikeluarkan dari neraka menuju surga:
|
Istriku Jangan Banyak Nuntut Dong
Istriku Jangan Banyak Nuntut Dong, Aku Pusing Nih
10012014
Sebagaian istri ada yang membebani suaminya dengan banyak tuntutan tanpa melihat kondisi keuangan suami. Seyogyanya seorang istri tidak membebankan kepada suaminya diluar kemampuannya, tidak menghamburkan uang dan tidak membebankan dengan banyak menuntut /meminta sesuatu yang tidak darurat atau mendesak bukan kebutuhan primer. Seorang istri seharusnya merasa cukup dengan terhadap apa yang ada dan melihat kebawah dalam urusan dunia.
Rasulullah shallallahu a’laihi wasallam bersabda:
انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ
“Lihatlah kepada orang yang berada dibawah darimu dalam urusan dunia, dan janganlah kalian melihat kepada orang yang berada diatasmu yang demikian itu akan lebih bisa untuk kita tidak meremehkan kenikmatan Allah” (HR. Bukhari dan Muslim)
ILMU SYAR’I HANYA BISA DIDAPATKAN DENGAN CARA BELAJAR
ILMU SYAR’I HANYA BISA DIDAPATKAN DENGAN CARA BELAJAR (MENUNTUT ILMU)
Dalam sebuah hadits dinyatakan:
يَا أَيّهَا النَّاس تَعَلَّمُوا ، إِنَّمَا الْعِلْم بِالتَّعَلُّمِ ، وَالْفِقْه بِالتَّفَقُّهِ ، وَمَنْ يُرِدْ اللَّه بِهِ خَيْرًا يُفَقِّههُ فِي الدِّين
Wahai sekalian manusia, belajarlah. Ilmu hanya bisa didapatkan dengan belajar. Pemahaman didapatkan dgn cara berusaha memahami. Barangsiapa yg Allah kehendaki baginya kebaikan, Allah pahamkan ia dalam (ilmu) Dien (H.R Ibnu Abi Ashim dan atThobarony dari Muawiyah dan dinyatakan sanadnya hasan oleh alHafidz Ibnu Hajar dlm Fathul Bari)
Minggu, 16 Februari 2014
Faedah-Faedah Fiqhiyah dari Kitab Umdatul Ahkam (Hadits ke12-13)
Faedah-Faedah Fiqhiyah dari Kitab Umdatul Ahkam (Hadits ke12-13)
- admin
- February 13, 2014
- No Comments
HADITS KEDUABELAS
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – «إذَا أَتَيْتُمْ الْغَائِطَ، فَلَا تَسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ بِغَائِطٍ وَلَا بَوْلٍ، وَلَا تَسْتَدْبِرُوهَا، وَلَكِنْ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا».
قَالَ أَبُو أَيُّوبَ: ” فَقَدِمْنَا الشَّامَ، فَوَجَدْنَا مَرَاحِيضَ قَدْ بُنِيَتْ نَحْوَ الْكَعْبَةِ، فَنَنْحَرِفُ عَنْهَا، وَنَسْتَغْفِرُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ”.
“dari Abu Ayyub_radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila kalian mendatangi tempat buang hajat, maka janganlah kalian menghadap kiblat saat buang air besar atau buang air kecil dan jangan pula membelakanginya, tetapi menghadaplah ke timur atau ke barat.”
Abu Ayyub berkata; “Saat kami mendatangi negeri Syam, kami mendapati WC (disana) dibangun menghadap kiblat, lalu kami berpaling darinya dan meminta ampun kepada Allah.” [HR. Al Bukhary – Muslim]
HADITS KETIGABELAS
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا – قَالَ: «رَقَيْتُ يَوْمًا عَلَى بَيْتِ حَفْصَةَ، فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يَقْضِي حَاجَتَهُ مُسْتَقْبِلَ الشَّامَ، مُسْتَدْبِرَ الْقِبْلَةِ».
“dari Ibnu Umar_radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Suatu hari saya memanjat rumah Hafshah. Maka saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam duduk untuk buang hajat dalam keadaan menghadap Syam dan membelakangi kiblat.”
[HR. Al Bukhary – Muslim]
Faedah yang terdapat dalam Hadits:
1. Larangan menghadap kiblat dan membelakanginya disaat buang hajat. Namun para ulama berbeda pendapat dari sisi hukumnya menjadi delapan pendapat sebagaimana disebutkan oleh Asy Syaukani dalam kitab Nail Al Authar, namun kita sebutkan disini hanya empat pendapat yang terkuat dari sekian pendapat yang ada;
Sebab – Sebab Musibah
Sebab – Sebab Musibah
ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Ubaidah Syafruddin
Banyak manusia yang tidak mengetahui tentang berbagai hal yang menjadi sebab terjadinya musibah, hikmah Allah Subhanahuwata'ala dalam hal ini, dan berbagai pengaruh bencana serta musibah—yang syar’i atau qadari (alami)—terhadap orang yang terkena musibah. Yang perlu dipahami, bukanlah suatu kemestian bahwa musibah menimpa sebagian orang karena dosa mereka lebih besar ketimbang dosa selain mereka yang tidak terkena musibah.
Musibah yang terjadi di negeri muslim dan tidak terjadi di negeri-negeri yang zalim, tidak menunjukkan bahwa negeri zalim itu selamat dari bencana. Ketahuilah, bencana yang terjadi tidak hanya berwujud gempa, tsunami, letusan gunung berapi, badai, dan yang lainnya. Akan tetapi, bencana bisa berwujud kekacauan keamanan, lemahnya perekonomian, menyebarnya penyakit, kebakaran yang menakutkan, peperangan yang menghancurkan, yang semuanya berujung pada kematian sekian ribu jiwa. Semua ini terjadi di negeri-negeri zalim yang secara lahir selamat dari bencana alam. Berapa ratus ribu jiwa penduduk Eropa yang mati selama dua kali perang dunia? Berapa banyak Amerika dan Rusia kehilangan tentaranya pada tahun-tahun terakhir invasi yang mereka lakukan?
|
Rabu, 12 Februari 2014
Perbedaan Antara Kondisi Dakwah Dengan Ada dan Tidaknya Daulah (Negara) Islam (bagian 2)
adapun pertanyaan yang kedua: “Inilah keterangan Imam Asy Syaukani yang mengomentari pernyataan penulis “Hadaiqul Azhar” yang mengatakan: “Tidak sah adanya dua imam.”
beliau mengatakan:
“Saya tegaskan: “Apabila Imamah Islamiah khusus pada satu orang, semua permasalahan terpulang padanya, diatur olehnya sebagaimana masa-masa sahabat dan tabi’in serta tabi’ut tabi’in, maka ketetapan syariat yang berlaku bagi (penguasa) yang kedua setelah tegaknya kekuasaan pemimpin yang pertama, harus dibunuh kalau dia tidak bertaubat dari sikap memberontaknya (melepaskan diri dari ikatan bai’at). “Sampai pada keterangan beliau:
|
Selasa, 11 Februari 2014
Bagaimana Cara Rujuk dari Kesalahan Ilmiah
Bagaimana Cara Rujuk dari Kesalahan Ilmiah
Judul : Bagaimana cara rujuk seorang yang bersalah dalam suatu permasalahan ilmiah, kemudian terbukti kesalahannya
Asy-Syaikh : Muhammad bin Hadi hafizhahullah
__________________________________________________________________________________________
Pertanyaan: “Seseorang yang salah dalam satu masalah ilmiyah, kemudian dijelaskan kepadanya kesalahannya, maka bagaimanakah cara untuk rujuk?”
Jawaban: “misalnya dia mengatakan sesuatu yang salah, maka dia mencabut kesalahannya dengan mengatakan, “Saya telah salah.”
Senin, 10 Februari 2014
Sa’ad bin Abi Waqqash
Sa’ad bin Abi Waqqash
Para sahabat Nabi ` memiliki kebaikan hati, kedalaman ilmu, kelurusan perilaku,keindahan perangai, dan jauh dari sikap pembebanan diri. Karenanya, Allah memilih mereka untuk menemani Nabi-Nya dan sekaligus menegakkan agama-Nya. Menjadikan para sahabat sebagai suri teladan adalah pokok mendasar bagi kaum muslimin. Demikian ini dititahkan dalam Islam sebagai ajaran mulia. Selayaknya kita bersemangat mengenal pribadi mereka. Satu di antaranya adalah Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu.
Mengenal Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu
Tubuh pendek, gemuk, rambut keriting, hidung pesek, kulit sawo matang, jemari tebal dan kasar, serta badannya dipenuhi bulu; itulah sosok Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat Nabi n nan mulia. Beliau bernama Sa’ad bin Abi Waqqash Malik bin Uhaib bin ‘Abdi Manaf al-Qurasyi az-Zuhri al-Makki. Kunyah beliau adalah Abu Ishaq. Nasab beliau radhiyallahu ‘anhu bertemu dengan nasab Rasulullah n pada ‘Abdu Manaf bin Zuhrah. Beliau radhiyallahu ‘anhu lahir di Makkah dan berasal dari suku Quraisy. Memiliki keturunan sebanyak 35 anak, di antaranya Ibrahim, ‘Amir, ‘Umar, Muhammad, Mush’ab, dan ‘Aisyah. Beliau radhiyallahu ‘anhu termasuk dalam as-Sabiqunal Awwalun (para sahabat Nabi yang pertama kali masuk Islam). Beliau pula termasuk salah satu dari Ahlusy Syura (enam sahabat Nabi yang dipilih ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu untuk menentukan pengganti ‘Umar sebagai khalifah). Bahkan Sa’ad radhiyallahu ‘anhu tergolong dalam al-’Asyarah al-Mubasysyarun bil Jannah (sepuluh sahabat Nabi yang mendapat kabar gembira dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penghuni surga).
Tubuh pendek, gemuk, rambut keriting, hidung pesek, kulit sawo matang, jemari tebal dan kasar, serta badannya dipenuhi bulu; itulah sosok Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat Nabi n nan mulia. Beliau bernama Sa’ad bin Abi Waqqash Malik bin Uhaib bin ‘Abdi Manaf al-Qurasyi az-Zuhri al-Makki. Kunyah beliau adalah Abu Ishaq. Nasab beliau radhiyallahu ‘anhu bertemu dengan nasab Rasulullah n pada ‘Abdu Manaf bin Zuhrah. Beliau radhiyallahu ‘anhu lahir di Makkah dan berasal dari suku Quraisy. Memiliki keturunan sebanyak 35 anak, di antaranya Ibrahim, ‘Amir, ‘Umar, Muhammad, Mush’ab, dan ‘Aisyah. Beliau radhiyallahu ‘anhu termasuk dalam as-Sabiqunal Awwalun (para sahabat Nabi yang pertama kali masuk Islam). Beliau pula termasuk salah satu dari Ahlusy Syura (enam sahabat Nabi yang dipilih ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu untuk menentukan pengganti ‘Umar sebagai khalifah). Bahkan Sa’ad radhiyallahu ‘anhu tergolong dalam al-’Asyarah al-Mubasysyarun bil Jannah (sepuluh sahabat Nabi yang mendapat kabar gembira dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penghuni surga).
Kisah Keislaman Beliau radhiyallahu ‘anhu
Beliau memeluk Islam melalui ajakan Abu Bakar as-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Saat itu usianya masih 17 tahun. Sebelum masuk Islam, Sa’ad radhiyallahu ‘anhu pernah bermimpi. Beliau berada dalam kegelapan, tidak dapat melihat sesuatu apapun. Tiba-tiba bulan menyinarinya. Beliaupun mengikuti sinar bulan tersebut. Tampak olehnya beberapa orang yang telah mendahuluinya berjalan ke arah bulan. Sa’ad radhiyallahu ‘anhu berupaya melihat sekumpulan orang itu. Ternyata mereka adalah Zaid bin Haritsah, ‘Ali bin Abi Thalib, dan Abu Bakar as-Shiddiq radhiyallahu ‘anhum. Memang benar, mereka lebih dahulu masuk Islam.
Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu adalah anak yang sangat berbakti pada ibunya, Hamnah bintu Sufyan. Ketika masuk Islam, sang ibu marah dan mengancam, “Wahai Sa’ad, agama apa yang engkau ikuti ini? Sungguh, engkau harus meninggalkan agamamu ini, atau aku akan mogok makan dan minum sampai aku mati, sehingga engkau akan dicela karenanya.” “Wahai ibu, janganlah engkau lakukan itu. Sesungguhnya aku tidak akan meninggalkan agamaku,” pinta Sa’ad.
Benarlah, ibunya tidak makan dan minum seharian hingga kepayahan. Melihat hal itu, Sa’ad mengatakan, “Demi Allah, sekiranya engkau memiliki seribu nyawa, lalu nyawa itu keluar satu persatu, niscaya aku tidak akan meninggalkan agamaku ini.” Mengetahui tekad putranya, ibu
Sa’ad mengurungkan niatnya lalu mau kembali makan dan minum. Dari peristiwa inilah Allah menurunkan ayat-Nya, “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (Luqman: 15)
Beliau memeluk Islam melalui ajakan Abu Bakar as-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Saat itu usianya masih 17 tahun. Sebelum masuk Islam, Sa’ad radhiyallahu ‘anhu pernah bermimpi. Beliau berada dalam kegelapan, tidak dapat melihat sesuatu apapun. Tiba-tiba bulan menyinarinya. Beliaupun mengikuti sinar bulan tersebut. Tampak olehnya beberapa orang yang telah mendahuluinya berjalan ke arah bulan. Sa’ad radhiyallahu ‘anhu berupaya melihat sekumpulan orang itu. Ternyata mereka adalah Zaid bin Haritsah, ‘Ali bin Abi Thalib, dan Abu Bakar as-Shiddiq radhiyallahu ‘anhum. Memang benar, mereka lebih dahulu masuk Islam.
Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu adalah anak yang sangat berbakti pada ibunya, Hamnah bintu Sufyan. Ketika masuk Islam, sang ibu marah dan mengancam, “Wahai Sa’ad, agama apa yang engkau ikuti ini? Sungguh, engkau harus meninggalkan agamamu ini, atau aku akan mogok makan dan minum sampai aku mati, sehingga engkau akan dicela karenanya.” “Wahai ibu, janganlah engkau lakukan itu. Sesungguhnya aku tidak akan meninggalkan agamaku,” pinta Sa’ad.
Benarlah, ibunya tidak makan dan minum seharian hingga kepayahan. Melihat hal itu, Sa’ad mengatakan, “Demi Allah, sekiranya engkau memiliki seribu nyawa, lalu nyawa itu keluar satu persatu, niscaya aku tidak akan meninggalkan agamaku ini.” Mengetahui tekad putranya, ibu
Sa’ad mengurungkan niatnya lalu mau kembali makan dan minum. Dari peristiwa inilah Allah menurunkan ayat-Nya, “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (Luqman: 15)
Kedekatannya dengan Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam
Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu berasal dari kabilah Bani Zuhrah. Demikian pula ibu Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa Sallam berasal dari kabilah tersebut. Sehingga Sa’ad radhiyallahu ‘anhu dikategorikan sebagai Khalun Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam(paman Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dari jalur ibu). Suatu hari di Makkah, RasulullahShalallahu ‘alaihi wa Sallam menjenguk Sa’ad radhiyallahu ‘anhu yang sedang sakit. Beliau Shalallahu ‘alaihi wa Sallam mengusap wajah, dada, dan perut Sa’ad radhiyallahu ‘anhu.
Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu berasal dari kabilah Bani Zuhrah. Demikian pula ibu Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa Sallam berasal dari kabilah tersebut. Sehingga Sa’ad radhiyallahu ‘anhu dikategorikan sebagai Khalun Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam(paman Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dari jalur ibu). Suatu hari di Makkah, RasulullahShalallahu ‘alaihi wa Sallam menjenguk Sa’ad radhiyallahu ‘anhu yang sedang sakit. Beliau Shalallahu ‘alaihi wa Sallam mengusap wajah, dada, dan perut Sa’ad radhiyallahu ‘anhu.
Langganan:
Postingan (Atom)