ILMU SYAR’I HANYA BISA DIDAPATKAN DENGAN CARA BELAJAR (MENUNTUT ILMU)
Dalam sebuah hadits dinyatakan:
يَا أَيّهَا النَّاس تَعَلَّمُوا ، إِنَّمَا الْعِلْم بِالتَّعَلُّمِ ، وَالْفِقْه بِالتَّفَقُّهِ ، وَمَنْ يُرِدْ اللَّه بِهِ خَيْرًا يُفَقِّههُ فِي الدِّين
Wahai sekalian manusia, belajarlah. Ilmu hanya bisa didapatkan dengan belajar. Pemahaman didapatkan dgn cara berusaha memahami. Barangsiapa yg Allah kehendaki baginya kebaikan, Allah pahamkan ia dalam (ilmu) Dien (H.R Ibnu Abi Ashim dan atThobarony dari Muawiyah dan dinyatakan sanadnya hasan oleh alHafidz Ibnu Hajar dlm Fathul Bari)
إِنَّ الرَّجُلَ لا يُولَدُ عَالِمًا وَإِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ
Sesungguhnya seseorang tidaklah terlahirkan (langsung) berilmu. Hanyalah ilmu bisa didapatkan dgn cara belajar(diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dlm Mushonnafnya dan seluruh perawinya terpercaya)
Yang dimaksud dgn belajar adalah semua proses menimba ilmu, seperti: mendatangi majelis ilmu utk mendengarkan faidah-faidah ilmu dari alQuran maupun hadits yg shahih, atau bertanya kepada orang yg berilmu. Bisa juga membaca karya orang-orang yg berilmu. Termasuk juga mencatat ilmu, merangkumnya, dan meringkasnya. Atau, mudzakarah dan murojaah (mengulang-ulang utk mengingat kembali ilmu yg telah didapat).
Jika kita melihat Sahabat Nabi Ibnu Abbas, beliau adalah orang yg didoakan langsung oleh Rasul agar dijadikan sebagai seorang yg faqih dlm ilmu Dien dan tafsir alQuran.
Namun, setelah didoakan oleh Rasul tsb Ibnu Abbas bukannya berpangku tangan menunggu ilmu itu langsung merasuk dlm dirinya. Atau, merapal dzikir-dzikir tertentu dengan harapan besok pagi bangunnya sudah jadi orang berilmu. Tidak demikian.
Namun, justru beliau berkeliling menimba ilmu dari para Sahabat yg masih hidup setelah Nabi meninggal. Utk menggali riwayat-riwayat yg didengar dari Nabi.
Tidak jarang beliau harus menunggu seorang Sahabat di luar rumahnya dan menggelar selendangnya ditemani deburan pasir yg diterbangkan angin.
Silakan disimak kisah beliau dlm mencari ilmu berikut ini:
لَمَّا قُبِضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا شَابٌّ ، قُلْتُ لِشَابٍّ مِنَ الأَنْصَارِ : يَا فُلانُ هَلُمَّ فَلْنَسْأَلْ أَصْحَابَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلْنَتَعَلَّمْ مِنْهُمْ ؛ فَإِنَّهُمْ كَثِيرٌ ، قَالَ : الْعَجَبُ لَكَ يَا ابْنَ عَبَّاسٍ ، أَتَرَى أَنَّ النَّاسَ يَحْتَاجُونَ إِلَيْكَ وَفِي الأَرْضِ مِنْ تَرَى مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ قَالَ : فَتَرَكْتُ ذَلِكَ وَأَقْبَلْتُ عَلَى الْمَسْأَلَةِ وَتَتَبُّعِ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَإِنْ كُنْتُ لآتِي الرَّجُلَ فِي الْحَدِيثِ يَبْلُغُنِي أَنَّهُ سَمِعَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَجِدُهُ قَائِلا ، فَأَتَوَسَّدُ رِدَائِي عَلَى بَابِهِ تُسْفِي الرِّيحُ عَلَى وَجْهِي حَتَّى يَخْرُجَ ، فَإِذَا خَرَجَ قَالَ : يَا ابْنَ عَمِّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا لَكَ ؟ فَأَقُولُ : حَدِيثٌ بَلَغَنِي أَنَّكَ تُحَدِّثُ بِهِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَحْبَبْتُ أَنْ أَسْمَعَهُ مِنْكَ ، قَالَ : فَيَقُولُ : فَهَلا بَعَثْتَ إِلَيَّ حَتَّى آتِيَكَ ، فَأَقُولُ : أَنَا أَحَقُّ أَنْ آتِيَكَ فَكَانَ ذَلِكَ الرَّجُلُ بَعْدَ ذَلِكَ يَرَانِي وَقَدْ ذَهَبَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاحْتَاجَ إِلَيَّ النَّاسُ فَيَقُولُ : كُنْتَ أَعْقَلَ مِنِّي
“Ketika Rasulullah shollallahu alaihi wasallam wafat sedangkan waktu itu sy masih muda, aku berlata kepada seorang pemuda dari kalangan Anshar: Wahai fulaan, mari kita pergi bertanya kepada para Sahabat Rasulullah shollallahu alaihi wasallam supaya kita belajar dari mereka. Karena mereka banyak. Pemuda Anshar itu berkata: Engkau aneh wahai Ibnu Abbas, apakah engkau mengira manusia akan membutuhkanmu (nanti) sedangkan di bumi masih ada para Sahabat Rasulullah shollallahu alaihi wasallam? (Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya): maka aku meninggalkan orang itu. Aku kemudian menetapi masalah itu (tetap semangat menuntut ilmu) dan aku mengikuti para Sahabat Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Aku sungguh-sungguh mendatangi seseorang untuk sebuah hadits yg sampai kepadaku bahwa ia mendengar (langsung) dari Rasulullah shollallahu alaihi wasallam hingga aku bisa menemuinya dan ia menyampaikan itu kepadaku.
Maka aku membentangkan seledangku di depan pintunya. Angin berhembus menimpa wajahku hingga ia (Sahabat Nabi itu) keluar. Ketika ia keluar ia berkata: Wahai anak paman Rasulullah shollallahu alaihi wasallam ada apa denganmu? Aku berkata: Sampai suatu hadits kepadaku (yg bersumber) darimu bahwasanya engkau menyampaikannya dari Rasulullah shollallahu alaihi wasallam, maka aku ingin untuk mendengarnya darimu (langsung). Org itu berkata: Mengapa engkau tidak mengirim utusan hingga aku yg mendatangimu? Aku berkata: Aku yg lebih berhak untuk mendatangimu.
Maka seorang Anshar (yg tdk mau diajak berkeliling menimba ilmu) setelah kejadian itu melihatku pada saat para Sahabat Rasulullah shollallaahu alaihi wasallam telah pergi dan manusia butuh kepadaku, ia berkata: engkau lebih berakal dibandingkan aku” (diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Bar dlm Jaami’ Bayaanil Ilmi wa Fadhlihi dan atThobarony dlm Mu’jamul Kabiir, dinyatakan oleh alHaytsamy bhw para perawinya adalah perawi-perawi dlm as-Shahih)
(ditulis oleh Al-ustdz Abu Utsman Kharisman Probolinggo)
Sumber : WA al-I’tishom Probolinggo melalui WA Miratsul Anbiya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar