Halaman

Selasa, 12 Juni 2012

SHOLAT SENDIRIAN DI BELAKANG SHOF

SHOLAT SENDIRIAN DI BELAKANG SHOF

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله رب العالمين، وبه نستعين، والصلاة والسلام على سيد المرسلين،
وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين، أما بعد:

Pembahasan kali ini berisi tentang hukum seseorang yang mengikuti
sholat berjamaah, ketika shof depan sudah penuh dan ia berada pada
shof kedua sendirian. Kemudian apa yang seharusnya dilakukan jika
menemui hal yang demikian.

Hukum sholat sendirian di belakang shof jama’ah adalah tidak sah,
sebagaimana dalam hadits Wabishoh bin Ma’bad -rodhiyallohu ‘anhu-:

أَنَّ رَسُولَ الله -صلى الله عليه وسلم- رَأَى رَجُلًا يُصَلِّي خَلْفَ
الصَّفِّ وَحْدَهُ, فَأَمَرَهُ أَنْ يُعِيدَ الصَّلَاةَ

“Bahwasanya Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- melihat
seseorang sholat sendirian di belakang shof. Kemudian memerintahkannya
untuk mengulang sholatnya.”

(Hadits riwayat Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan ini adalah hadits
shohih.)

Juga berdasarkan hadits ‘Ali bin Syaiban -rodhiyallohu ‘anhu-
bahwasanya Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

لَا صَلَاةَ لِمُنْفَرِدٍ خَلْفَ الصَّفِّ

“Tidak sah sholat seseorang yang bersendirian di belakang shof.”

(Hadits riwayat Ibnu Hibban dan dalam sanadnya terdapat sedikit
kelemahan, kemudian dishohihkan setelah didukung oleh hadits Wabishoh
tersebut di atas).

Setelah kita mengetahui hukum permasalahan tersebut, maka ketika
menemui hal tersebut hendaknya menempuh salah satu dari solusi berikut
ini:

Pertama: jika memungkinkan untuk menyela masuk dalam shof tanpa
berdesak-desakan, maka hendaknya dilakukan.

Kedua: jika tidak memungkinkan hal itu, maka berusaha berdiri di
sebelah kanan imam dengan syarat tanpa mengganggu ketenangan para
jama’ah dalam shof-shof yang ada. Hal ini diperbolehkan, karena adanya
hajah.

Ketiga: jika dua hal tersebut tidak memungkinkan untuk dilakukan,
karena jauhnya jarak tempat imam atau adanya masyaqqoh (susah payah),
maka diperbolehkan -karena adanya hajah- untuk meminta salah seorang
dari jama’ah yang ada di shof depannya untuk mundur menemainya
membentuk shof baru. Hal ini dengan syarat tidak menyebabkan shof
tersebut menjadi renggang dan terputus, tetapi tetap bisa dirapatkan
setelah mundurnya satu orang tersebut. Jika tidak demikian, maka hal
itu tidak diperkenankan untuk dilakukan.

Lalu bagaimana solusinya, jika hal itu tidak juga bisa dilakukan?

Sebagian ulama seperti Al-’Allamah Ibnu Bazz dan Al-’Allamah Al-
Wadi’iy -rohimahumalloh- memfatwakan agar orang itu menunggu
kedatangan jama’ah yang lain untuk membentuk shof baru bersamanya.
Jika sholat jama’ah selesai dan belum mendapatkan shof, maka ia
mengerjakan sholat sendirian (munfarid) dan tidak berdosa, karena
kewajiban jama’ah atas dirinya telah gugur dikarenakan ketidak-
mampuannya untuk membentuk shof baru atau bergabung dengan shof
jama’ah yang ada. Ini adalah pendapat yang lebih kuat dan berhati-hati
dalam masalah ini. Wallohu a’lam.

Ini juga merupakan tarjih dari Syaikh kami Yahya bin ‘Ali Al-Hajuriy
dalam beberapa ta’lim beliau, juga Syaikh kami Muhammad bin Hizam Al-
Ba’daniy -hafidzohumallohu ta’ala- dalam ta’lim kitab beliau: “Fathul
‘Allam Fii Dirosah Ahadits Bulughil Marom” (2/57-59). Wabillahit-
taufiq

(ditulis: Mushlih bin Syahid Abu Sholeh Al-Madiuniy –ro’ahulloh-)
Sumber: http://ahlussunnah.web.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar