Halaman

Minggu, 08 Maret 2015

Berbuat Bid’ah Sama Dengan Menyaingi Allah

Berbuat Bid’ah Sama Dengan Menyaingi Allah dalam Menetapkan Syari’at

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Bahaya Bid'ah (Menyerupai Kaum Musyrikin)
Allah tabaraka wa ta’ala berfirman,
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah!?” [Asy-Syuro: 21]
Beberapa Pelajaran:
1) Mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah artinya berbuat bid’ah dalam agama. Al-Imam Al-Mufassir Ibnu Jarir Ath-Thobari rahimahullah (w. 310 H) berkata,
يقول تعالى ذكره: أم لهؤلاء المشركين بالله شركاء في شركهم وضلالتهم (شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ) يقول: ابتدعوا لهم من الدين ما لم يبح الله لهم ابتداعه
“Firman Allah ta’ala dzikruhu tersebut maknanya: Apakah orang-orang yang menyekutukan Allah dengan sesembahan-sesembahan yang lain dalam kesyirikan dan kesesatan mereka itu “yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah!?” Artinya: Mengada-ada (berbuat bid’ah) untuk mereka agama yang Allah tidak izinkan untuk mereka mengada-adakannya!?” [Tafsir Ath-Thobari, 21/522, Muassasah Ar-Risalah Beirut, Cet. 1, 1420 H, Tahqiq: Ahmad Muhammad Syakir]
Al-Imam Ibnul Jauzi rahimahullah (w. 597 H) berkata,
والمعنى: ألَهُمْ آلهةٌ شَرَعُوا أي ابتدعوا لَهُمْ دِيناً لم يأذن به الله؟!
“Maknanya: Apakah mereka memiliki sesembahan-sesembahan yang mensyari’atkan, artinya yang berbuat bid’ah untuk mereka agama yang Allah tidak izinkan?!” [Zaadul Masir fi ‘Ilmit Tafsir, 4/63, Daarul Kutub Al-‘Arabi Beirut, Cet. 1, 1422 H, Tahqiq: Abdur Rozzaq Mahdi]
2) Hanya Allah ta’ala yang berhak menetapkan aturan-aturan dan cara-cara beribadah dalam agama, yang Dia turunkan dalam kitab-Nya Al-Qur’an yang mulia atau melalui lisan Rasul-Nya shallallahu’alaihi wa sallam dalam As-Sunnah.
3) Allah subhanahu wa ta’ala menyamakan para pembuat syari’at dan cara-cara ibadah kaum musyrikin dengan sesembahan-sesembahan selain Allah ta’ala, maka ayat yang mulia ini mengandung celaan yang keras terhadap orang-orang yang menetapkan hukum yang bertentangan dengan syari’at atau berbuat bid’ah dalam agama, pada hakikatnya mereka telah menyamakan diri mereka dengan Allah ta’ala, dan para pengikut mereka telah meyamakan mereka dengan Allah ta’ala, sadar atau tidak.
4) Pentingnya menuntut ilmu agama berdasarkan dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah yang sesuai Pemahaman Salaf, karena seseorang tidak mungkin dapat beribadah kepada Allah ta’ala sesuai dengan syari’at-Nya tanpa memiliki ilmunya.
5) Bahaya taklid buta; ikut-ikutan terhadap tokoh-tokoh, tradisi nenek moyong dan kebiasaan masyarakat tanpa mencocokkannya terlebih dahulu dengan dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah yang sesuai Pemahaman Salaf, karena akan menjerumuskan ke dalam syirik dan bid’ah sebagaimana yang terjadi pada kaum muysrikin dahulu dan telah terjadi pada sebagian kaum muslimin, waspadalah…!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar