Halaman

Minggu, 27 April 2014

Faedah-Faedah Fiqhiyah Dari Kitab ‘Umdatul Ahkam (Hadits ke-23)

Posted: 24 Apr 2014 04:01 PM PDT
❖❧ FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM ❧❖
❦❧ BAB (HUKUM) MADZI DAN SELAINNYA ❦❧
❦❧ HADITS KEDUAPULUH TIGA ❦❧
 عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – قَالَ: كُنْتُ رَجُلًا مَذَّاءً، فَاسْتَحْيَيْتُ أَنْ أَسْأَلَ رَسُولَ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – لِمَكَانِ ابْنَتِهِ مِنِّي، فَأَمَرْتُ الْمِقْدَادَ بْنَ الْأَسْوَدِ فَسَأَلَهُ، فَقَالَ: «يَغْسِلْ ذَكَرَهُ، وَيَتَوَضَّأُ» وَلِلْبُخَارِيِّ «اغْسِلْ ذَكَرَكَ وَتَوَضَّأْ» وَلِمُسْلِمٍ «تَوَضَّأْ وَانْضَحْ فَرْجَكَ»
“Dari Ali bin Abi Thalib_radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku adalah lelaki yang sering keluar madzi, tetapi aku malu untuk bertanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam karena puteri beliau adalah istriku sendiri. Maka kusuruh al-Miqdad bin Al Aswad supaya bertanya beliau, lalu beliau bersabda, “Hendaklah dia membasuh kemaluannya dan berwudhu.” [HR. Al Bukhari - Muslim]
▐▐  PERINGATAN ▐▐:
☞ Lafazh hadits:
وَلِمُسْلِمٍ «تَوَضَّأْ وَانْضَحْ فَرْجَكَ»
“Percikilah kemaluanmu”
☞ Lafazh hadits ini telah dikritik keshahihannya oleh Al Imam Ad Daruquthni. Imam Muslim bersendirian dalam meriwayatkan lafazh ini.
ღ Faedah yang terdapat dalam hadits:
✔ Dinukilkan oleh Al Imam An Nawawy dan Asy Syaukani bahwa para ulama sepakat atas kenajisan air madzi. Namun disebutkan oleh Ibnu Rajab bahwa sebagian ulama Hanabilah dan Imam Ahmad dalam salah satu riwayatnya, mereka berpendapat bahwa madzi itu suci.
✔✔ Namun pendapat yang benar adalah madzi adalah najis, dengan dalil hadits Ali, yang mana Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk mencucinya. Tidaklah diperintahkan untuk dicuci melainkan karena dia najis.
✖ Masalah: Apakah wajib mencuci semua bagian kemaluan atau bagian yang terkena madzi saja?
✔ Para ulama berselisih pendapat dalam masalah ini;
① Pendapat pertama: Wajib mencuci semua bagian kemaluannya, termasuk padanya biji kemaluannya. Ini adalah pendapat Imam Malik, Imam Ahmad dan sebagian ulama Malikiyah. Dalil mereka bahwa lafazh dzakar jika dimutlakkan maka mencakup semua bagian kemaluan.
② Pendapat kedua: wajib mencuci bagian yang terkena madzi saja. Ini adalah pendapat jumhur ulama. Dalil mereka diantaranya adalah;
ⓐ. Riwayat Al Isma’ily dalam hadits Ali dengan lafazh:
«تَوَضَّأْ وَاغْسِلْهُ»
“Berwudhulah dan cucilah dia”
☞ Disini dhamir Ha (kata ganti) pada lafazh «وَاغْسِلْهُ» kembalinya pada madzi.
ⓑ. Penyebutan lafazh “dzakar’ tidaklah melazimkan untuk mencuci semua bagian kemaluan. Berkata Ibnu Hajar_rahimahullah: “Hal ini semakna dengan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam:
«مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلاَ يُصَلِّ حَتَّى يَتَوَضَّأَ».
“Barangsiapa menyentuh kemaluannya maka janganlah shalat hingga ia berwudlu.” [HR. At Tirmidzy, dishahihkan Syaikh Al Albany dan Syaikh Muqbil]
☞ Dalam hadits ini menunjukan bahwa diantara yang membatal wudhu adalah menyentuh kemaluan. Dalam hadits ini bukanlah maknanya: barangsiapa menyentuh semua bagian kemaluan maka batal wudhunya. Tidak! tetapi sedikit atau banyak bagian kemaluan yang dia sentuh maka membatalkan wudhu.
☞ Ini adalah pendapat yang kuat dan terpilih. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Hazem, Ibnu Hajar, Ibnu Qudamah, Ibnu Abdil Bar, Asy Syaukany dan Syaikhuna Abdurrahman Al Adeny.
▐▐  PERINGATAN ▐▐:
Dalam riwayat Abu Dawud dari hadits Ali bin Abi Thalib, dengan lafazh:
«يَغْسِلْ ذَكَرَهُ وَأُنْثَيَيْهِ وَيَتَوَضَّأ»
“Hendaklah dia membasuh kemaluannya dan kedua biji kemaluannya, kemudian berwudhu.”
☞ Riwayat ini adalah riwayat yang lemah, karena riwayat ini dari jalan ‘Urwah dari Ali bin Abi Thalib. Sedangkan riwayat ‘Urwah dari Ali adalah Munqathi’ah (riwayat yang terputus), sebagaimana yang dijelaskan oleh Abu Hatim dan Abu Zur’ah.
Semua riwayat yang menjelaskan mencuci kedua biji kemaluan adalah lemah dan sebagiannya munkar, sebagaimana dijelaskan Syaikhuna dalam Syarah Al Muntaqa.
✖ Masalah: Apakah cukup jika diperciki saja pada bagian yang terkena madzi?
✔ Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini menjadi dua pendapat;
① Pendapat pertama: Bagian kemaluan yang terkena madzi, cukup diperciki saja. Ini adalah pendapat Imam Ahmad, dan dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Asy Syaukany. Dalil mereka riwayat muslim:
«تَوَضَّأْ وَانْضَحْ فَرْجَكَ»
“Percikilah kemaluanmu”
☞ Sebagaimana telah lewat bahwa lafazh hadits ini telah dikritik oleh Al Imam Ad Daruquthni keshahihannya.
② Pendapat kedua: Harus dicuci bagian yang terkena madzi, tidak cukup dengan diperciki saja. Ini adalah pendapat yang dipilih Syaikhuna Abdurrahman Al Adeny. Dalil pendapat ini:
ⓐ. Lafazh hadits (تَوَضَّأْ وَانْضَحْ فَرْجَكَ) adalah lafazh yang telah dikritik keshahihannya oleh Al Imam Ad Daruquthny.
ⓑ. Kalau seandainya shahih, maka lafazh (النضح) dalam bahsa Arab, terkadang bermakna mencuci dan terkadang bermakna memerciki. Dan telah tetap lafazh dalam Ash Shahihain bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk mencuci bagian kemaluan yang terkena madzi. Maka riwayat dalam Ash Shahihain menunjukan bahwa lafazh (النضح) yang dimaksud adalah mencuci, bukan bermakna memerciki.
✔✔ Wallohu a’lam, oleh karena itu maka pendapat kedua adalah pendapat yang kuat dan terpilih.
✖ Masalah: Bagaimana dengan baju atau celana yang terkena madzi?
✔ Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini;
① Pendapat pertama: harus dicuci, tidak cukup dengan percikan air saja. ini adalah pendapat Imam Malik, Asy Syafi’I dan Ishaq. Dalil mereka hadits Ali dalam kitab ini.
② Pendapat kedua: Cukup diperciki dengan air. ini adalah pendapat Imam Ahmad dan Ibnu Hazem, dan dipilih oleh Syaikhul Islam, Ibnul Qayyim, Asy Syaukany. Dalil mereka zhahir hadits Sahl bin Hunaif, ia berkata:
«كُنْت أَلْقَى مِنْ الْمَذْيِ شِدَّةً وَعَنَاءً وَكُنْت أُكْثِرُ مِنْهُ الِاغْتِسَالَ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ فَقَالَ: إنَّمَا يَجْزِيك مِنْ ذَلِكَ الْوُضُوءُ فَقُلْت: يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ بِمَا يُصِيبُ ثَوْبِي مِنْهُ؟ قَالَ: يَكْفِيك أَنْ تَأْخُذَ كَفًّا مِنْ مَاءٍ فَتَنْضَحَ بِهِ ثَوْبَك حَيْثُ تَرَى أَنَّهُ قَدْ أَصَابَ مِنْهُ».
“Aku sering mengeluarkan madzi karena lelah, hingga aku sering mandi karena hal itu. Lalu aku ceritakan dan menanyakan hal itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau menjawab: “Sesungguhnya cukup bagimu berwudhu dari hal tersebut.” Lalu aku bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan pakaianku yang terkena?” beliau menjawab: “Cukup bagimu mengambil air setangkup telapak tangan, lalu percikkanlah pada bagian pakaian yang kamu ketahui terkena madzi.” [HR. Abu Dawud, At Tirmidy, dan Ibnu Hibban, dihasankan Syaikh Al Albany]
✔ Para ulama sepakat bahwa tidak ada kewajiban mandi janabah dari keluarnya madzi, hanya saja wajib baginya berwudhu sebagaimana yang ditunjukan dalam hadits Ali.
✔ Para ulama sepakat bahwa madzi termasuk perkara yang membatalkan wudhu. Karena tidaklah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan berwudhu melainkan karena dia membatalkan wudhu.
▐▐  FAEDAH ▐▐:
ღ Seringnya seseorang mengeluarkan madzi disebabkan oleh dua faktor:
ⓐ. Bisa jadi disebabkan karena kondisi tubuh yang sangat fit dan sehat. Hal ini terkadang menambah gejolak syahwat pada dirinya, sehingga dengan itu banyak mengeluarkan madzi.
. Bisa jadi disebabkan karena sakit.
۩ Wallahul muwaffiq ilash shawab ۩
[✏ ditulis oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawy_24 Rabi'ul Awal 1435/25 Jan. 2014_di Daarul Hadits Al Fiyusy_Harasahallah ]
Sumber : kajianilmiyah
http://www.darussalaf.or.id/fiqih/faedah-faedah-fiqhiyah-dari-kitab-umdatul-ahkam-hadits-ke-23/?utm_source=feedburner&utm_medium=email&utm_campaign=Feed%3A+darus-salaf+%28Darus+Salaf%29

Tidak ada komentar:

Posting Komentar