Halaman

Senin, 02 April 2012

Mengenal Al-Qur`an Al-Karim


Mengenal Al-Qur`an Al-Karim

March 31st 2012 by Abu Muawiah | Kirim via Email

Definisi al-Qur`an
كِتاَبُ اللهِ المُنَزَّلُ عَلىَ رَسُوْلِهِ مُحَمَّدٌ المَكْتُوْبُ فِيْ المَصاَحِفِ المَنْقُوْلُ إِلَيْناَ عَنْ النَّبِيِّ نَقْلاً مُتَواَتِراً بِلاَ شُبْهَةٍ
Yaitu Kitabullah yang diturunkan oleh Allah tabaraka wata’ala kepada Rasulullah r yang tertulis di dalam al-mushhaf, yang dikutip kepada kita dari Nabi r dengan kutipan secara mutawatir.1
Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ ۖ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ ۚ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
Wahai Rasul, sampaikanlah segala yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu. Jikalau engkau tidak melakukannya, maka tidaklah engkau menyampaikan risalah-Nya. Dan Allah senantiasa menjagamu dari seluruh kaum manusia. Sesungguhnya Allah tidak akan member hidayah kepada kaum yang kafir.” (al-Maidah: 67)
Firman-Nya:
اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ ۗ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ
Kalian ikutilah segala yang diturunkan kepada kalian dari Rabb kalian, dan janganlah kalian mengikuti pemimpin-pemimpin selainnya, -namun- amat sedikit di antara kalian yang mengambil pelajaran.” (al-A’raaf: 3)
Dan firman Allah ta’ala:
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ ۖ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ ۚ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
Dan Kami telah menurunkan kepadamu al-Kitab dengan kebenaran, sebagai pembenar atas segala kitab suci yang telah berada sebelumnya dan sebagai ujian atas kitab-kitab yang lain tersebut. Maka putuskanlah hukum di antara mereka dengan segala yang Allah turunkan. Dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Dan Kami telah merikan bagi masing-masing umat aturan dan jalan yang terang.” (al-Maaidah: 48)
Dan firman Allah ta’ala:
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ
Dan berilah hukum di antara mereka dengan apa yang Allah turunkan dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu-hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah engkau jangan sampai mereka memalingkan engkau dari sebagian yang Allah telah turunkan kepadamu. Dan apabila mereka berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah telah menghendaki untuk menurunkan musibah bagi mereka sebagai sebab atas sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya sebagian besar kaum manusia adalah orang-orang yang fasik.” (al-Maaidah: 49)

Jenis Hukum yang terdapat di dalam al-Qur`an:
     Kandungan al-Qur`an mencakup ushul asy-syariah al-islamiyah(dasar-dasar utama syariat Islam) serta al-Qawa`’id fil-Halal wal-Haram (kaidah-kaidah dasar pada persoalan halal dan haram). Yang oleh sebagian fuqaha Islam, secara umum terbagi pada tiga kategori hukum:
Pertama: Hukum yang berkenaan dengan Aqidah, semisal keimanan kepada Allah, para Rasul-Nya, hari akhir, kisah umat terdahulu dan selainnya.
Kedua: Hukum yang bekenaan dengan tazkiyah nufus, akhlaq dan adab, dan semisalnya.
Ketiga: Hukum yang berkenaan dengan perkataan dan perbuatan al-mukallafiin selain dari kedua bagian di atas. Pada bagian ini terbagi menjadi dua kategori:
-          Ibadah
-          Mu’amalah yang mencakup semua permasalahan perundang-undangan secara umum dan spesifik.
Sebagian besar hukum yang terdapat di dalam al-Qur`an, bersifat global yang mengisyaratkan akan tujuan syariat Islam. Dengan demikian, syariat Islam akan meletakkan penjelasan dan keterangan hukum secara detail pada penjelasan para imam mazhab dan ulama mujtahidin dengan mengacu pada dall-dalil syar’I lainnya.
Inilah hikmah keabadian syariat Islam, keluasan al-qawa`id al-kulliyah yang terdapat di dalam al-Qur`an al-Karim dan al-Maqaashid al-‘Aammah (tujuan yang universal) pada syariat Islam sehingga tidak lekang oleh zaman dan berlaku di setiap tempat.Namun dalam beberapa hukum, al-Qur`an mengulasnya secara terperinci. Oleh karena itu, penjelasan hukum yang terdapat di dalam al-Qur`an terbagi atas tiga bentuk:
1.      al-Bayaan al-Kulli (Penjelasan Umum), yaitu berupa penjelasan dalam bentuk kaidah-kaidah dasar dan al-mabaadi` al-‘ammah (timbangan umum) yang nantinya akan dijadikan sebagai dasar acuan utama pada penguraian furu’-furu’ al-Ahkam.
Misalnya:
1.      Perintah Allah ta’ala untuk menegakkan musyawarah. Firman-Nya,
وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ
Dan bermusyawarahlah kalian dalam segala persoalan.” (Ali Imran: 159)
2.      Dan perintah Allah untuk menegakkan keadilan dan berhukum atas dasar keadilan, sebagaimana di dalam al-Qur`an,
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ
Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada keadilan dan perbuatan baik.” (an-Nahl: 90)
Dan firman-Nya,
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ
Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menunaikan setiap amanah kepada yang berhak dan apabila engkau memperi keputusan bagi mereka di antara kaum manusia, maka kalian berilah keputusan dengan adil.” (an-Nisaa`: 58)
3.      Juga tentang pemberian pidana sesuai dengan kadar kesalahan. Allah ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ كَسَبُوا السَّيِّئَاتِ جَزَاءُ سَيِّئَةٍ بِمِثْلِهَا
Dan mereka yang melakukan kesalahan, maka ganjaran kesalahan adalah yang semisalnya.” (Yunus: 27)
4.      Saling tolong menolong atas kebaikan.
Firman Allah ta’ala,
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
Dan saling tolong menolonglah kalian  atas kebaikan dan ketakwaan dan janganlah kalian tolong menolong atas dosa dan permusuhan.” (al-Maidah: 2)
5.      Aturan umum : adh-dharuraat tubiih al-mahzhuraat, ‘kondisi yang darurat mengtolerir beberapa hal yang diharamkan.”
Firman Allah ta’ala,
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan barang siapa yang dalam keadaan terpaksa tanpa berlebihan dan melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha pengasih.” (al-Baqarah: 173)

2.      Al-Bayaan al-Ijmaali (Penjelasan secara global), yaitu penjelasan hukum secara global yang membutuhkan keterangan dan uraian lebih terperinci. Di antaranya:
Pertama: Kewajiban shalat dan zakat, sebagaimana di dalam firman Allah ta’ala,
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ
Dan kalian dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.” (al-Baqarah: 43)
Yang mana al-Qur`an tidaklah menerangkan tentang jumlah rakaat shalat serta tata cara pelaksanaannya. Yang kemudian diterangkan secara terperinci oleh as-Sunnah.
Kedua: Demikian pula pada perintah pengerjaan ibadah Haji.
Allah ta’ala berfirman,
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا
Dan Allah telah mewajibkan kepada setiap kaum manusia pengerjaan ibadah haji di Baitullahi Haram bagi yang sanggup mengerjakannya.” (Ali Imran: 97)
Ketiga: Termasuk pula pembolehan transaksi jual beli dan pengharaman riba, di dalam firman Allah ta’ala,
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Dan Allah telah menghalalkan transaksi jual beli dan mengharamkan riba.” (al-Baqarah: 275)
3.      al-Bayaan at-Tafshiili (Penjelasan secara terperinci), yaitu penjelasan hukum suatu permasalahan secara terperinci dan tidak terdapat makna yang global dalam penjelasan tersebut.
Misalnya:
1.      Ayat-ayat tentang bagian-bagian yang diberikan kepada ahli waris dalam pembagian warisan.
Allah ta’ala berfirman,
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ ۖ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ ۚ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۖ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ ۚ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ ۚ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ ۚ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۗ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۚ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
“Allah telah mensyari’atkan bagi kalian pembagian warisan bagi nanak-anak kalian, dimana anak laki-laki bagiannya adalah sama dengan  dua kali bagian anak wanita dan jika anak itu semuanya adalah wanita lebih dari dua maka bagi mereka adalah dua pertiga bagian dari harta yang ditinggalkan, dan jika  hanya seorang anak wanita maka baginya seperdua dari harta yang ditinggalkan. Dan untuk kedua orang tua msing-masingnya adalah seperenam dari bagian warisan jikalau yang meninggal memiliki anak, dan jika ia tidak memiliki anak, maka hartanya diwariskan kepada kedua orang tuanya, dan bahagian ibunya adalah sepertiga. Dan jika ia memiliki saudara, maka bagi ibu dia bagiannya adalah seperenam. Pembagian ini setelah dipenuhi washiat dari yang meninggal dan hutang yang belum terbayarkan, Orang tua kalian dan anak-anak kalian, kalian tidkalah mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat manfa’atnya bagimu. Ini adalah ketentuan dari Allah dan Allah Dzat yang Maha mengetahui dan Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa`: 11)
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۚ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۗ وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلَالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ ۚ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَىٰ بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ ۚ وَصِيَّةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ
“Dan bagi setiap kalian seperdua bagian yang ditinggalkan oleh para Isteri kalian, jikalau mereka –para isteri tersebut- tidak mempunyai anak. Dan jika mereka memiliki anak maka bagi kalian adalah seper empat bagian dari harta yang ditinggalkan para isteri tersebut. Setelah ditunaikannya wasiat dan dibayarkan hutang merkea.  Dan bagi para Isteri seper empat bagian dari harta yang ditinggalkan oleh kalian, jika kalian tidak memiliki anak. Dan jika kalian memiliki anak maka bagi para isteri adalah seper delapan dari harta yang kalian tinggalkan. Setelah ditunaikannya wasiat dan dibayarkan hutang kalian. Dan jika seseorang baik laki-laki ataukah wanita yang wafat tidak meninggalkan ayah dan anak namun ia memiliki saudara laki-laki atau wanita maka bagi masing-masingnya dari mereka berdua adalah seper enam bagian dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka lebih dari itu,maka mereka semuanya berserikat dalam sepertiga dari harta  yang telah ditinggalkan. Setelah ditunaikan wasiat dan dibayarkan hutangnya dengan tidak memberikan mudharat bagi Ahli Warist. Dan ini adalah wasiat dari Allah dan Allah Maha Mengetahui dan Maha penyantun.”(QS. An-Nisa`: 12)
2.      Tata cara talak serta jumlah talak.
Firman Allah ta’ala,
الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ
Talak adalah dua kali –talak-. Setelah itu, diperbolehkan rujuk dengan cara yang baik atau menceraikan dengan cara yang baik.“(al-Baqarah: 229)
Lalu Allah berfirman,
فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّىٰ تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ ۗ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ
Dan apabila suami mentalaknya setelah talak yang kedua, maka tidak halal bagi uami tersebut setelah itu hingga istrinya menikahi suami selainnya. Dan jika suami itu menceraikannya, tidak mengapa bagi keduanya untuk merujuk kembali apabila keduanya menyangka dapat menegakkan hukum-hukum Allah.” (al-Baqarah: 230)

3.      Beberapa penerapan hukum pidana, seperti pada pidana zina, pencurian dan selainnya.
Firman Allah ta’ala
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌفَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan pencuri laki-laki maupun wanita, maka kalian potonglah tangan keduanya sebagai ganjaran atas perbuatan keduanya dan siksaan dari Allah. Dan Allah adalah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dan barang siapa yang bertaubat setelah melakukan kejahatan tersebut lalu memperbaiki diri, sesungguhnya allah akan menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Pengasih. “ (al-Maaidah: 38-39)
Dan firman Allah ta’ala,
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
Para pezina wanita maupun laki-laki, kalian deralah masing-masing mereka berdua sebanyak seratus dera. Dan janganlah belas kasihan kalian terhadap keduanya menghalangi kalian pada agama Allah, apabila kalian beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan sebaiknya beberapa orang-orang yang beriman menyaksikan siksa keduanya.” (an-Nuur: 2)

4.      Wanita-wanita yang diharamkan untuk dinikahi.
Firman Allah ta’ala,
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
Diharamkan bagi kalian –untuk dinikahi- ibu-ibu kalian, anak-anak putrid kalian, saudari-saudari kalian, bibi kalian dari bapak, bibi kalian dari ibu, anak-anak putrid sauara kalian, anak-anak putrid saudari kalian, ibu susuan kalian, saudari susuan kalian, ibu dari istri-istri kalian, anak-anak istri kalian yang kalian telah menggaulinya dan apabila kalian tidak sampai menggaulin –istri-istri kalian tersebut- maka tidak mengapa bagi kalian –menikahi anak-anak istri kalian tersebut-, serta istri dari anak-anak kalian, dan juga diharamkan kalian mengumpulkan dua wanita bersaudara, kecuali yang telah terjadi sebelumnya. Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha pengasih.” (an-Nisaa`: 23)
[Ditulis oleh Ust. Abu Zakariya Al-Makassari hafizhahullah tanpa editan dan perubahan]
1Al-Madkhal ilaa Dirasah Islamiyah hal. 155, lihat definisi al-Qur`an di dalam Syarh al-Muhalli ‘ala Jam’u al-Jawaai’ 1/223, al-Mustashfaa karya al-Ghazali 1/101, al-Ahkaam karya al-Aamidi 1/86-87, Syarh al-Kaukab al-Munir 2/7 , Ijaabah as-Saa`il hal. 63, dan selainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar