Halaman

Minggu, 28 Juli 2013

Pelajaran dari Kebodohan Ikhwanul Muslimin Mesir (Bag. 1)

Pelajaran dari Kebodohan Ikhwanul Muslimin Mesir (Bag. 1)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Al-Ikhwanul Muflisun wa JT
Mengambil pelajaran dari sejarah suatu bangsa dan kisah yang telah berlalu adalah perintah Allah ta’ala kepada kaum mukminin,
قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِكُمْ سُنَنٌ فَسِيرُواْ فِي الأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذَّبِينَ
“Telah lewat sebelum kalian ujian-ujian yang menimpa pengikut para nabi, maka berjalanlah di muka bumi lalu lihatlah bagaimana akibat yang jelek bagi orang-orang yang mendustakan.” [Ali Imron: 137]
Sebetulnya, sejarah yang telah berlalu telah memberikan pelajaran besar bagi umat Islam, bahwa pemberontakan terhadap pemerintah muslim yang zalim hanyalah mendatangkan kemudaratan yang lebih besar dibanding manfaatnya. Namun sayang kelompok bid’ah Ikhwanul Muslimin belum juga mau mengambil pelajaran, mereka korbankan nyawa-nyawa kaum muslimin hanya demi meraih kekuasaan yang terampas dari tangan mereka.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
أن الله تعالى بعث محمدا صلى الله عليه وسلم بصلاح العباد في المعاش والمعاد وأنه أمر بالصلاح ونهى عن الفساد فإذا كان الفعل فيه صلاح وفساد رجحوا الراجح منهما فإذا كان صلاحه أكثر من فساده رجحوا فعله وإن كان فساده أكثر من صلاحه رجحوا تركه فإن الله تعالى بعث رسوله صلى الله عليه وسلم بتحصيل المصالح وتكميلها وتعطيل المفاسد وتقليلها فإذا تولى خليفة من الخلفاء كيزيد وعبد الملك والمنصور وغيرهم فإما أن يقال يجب منعه من الولاية وقتاله حتى يولى غيره كما يفعله من يرى السيف فهذا رأى فاسد فإن مفسدة هذا أعظم من مصلحته وقل من خرج على إمام ذي سلطان إلا كان ما تولد على فعله من الشر أعظم مما تولد من الخير كالذين خرجوا على يزيد بالمدينة وكابن الأشعث الذي خرج على عبد الملك بالعراق وكابن المهلب الذي خرج على ابنه بخراسان وكأبي مسلم صاحب الدعوة الذي خرد عليهم بخراسان أيضا وكالذين خرجوا على المنصور بالمدينة والبصرة وأمثال هؤلاء وغاية هؤلاء إما أن يغلبوا وإما أن يغلبوا ثم يزول ملكهم فلا يكون لهم عاقبة فإن عبد الله بن علي وأبا مسلم هما اللذان قتلا خلقا كثيرا وكلاهما قتله أبو جعفر المنصور وأما أهل الحرة وابن الأشعث وابن المهلب وغيرهم فهزموا وهزم أصحابهم فلا أقاموا دينا ولا أبقوا دنيا والله تعالى لا يأمر بأمر لا يحصل به صلاح الدين ولا صلاح الدنيا وإن كان فاعل ذلك من أولياء الله المتقين ومن أهل الجنة
“Bahwa Allah ta’ala mengutus Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam demi kemaslahatan para hamba di kehidupan dunia dan akhirat, dan bahwa beliau memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari kerusakan, maka apabila dalam satu perbuatan terdapat kebaikan dan kerusakan, hendaklah kaum muslimin mengambil mana yang paling kuat dari keduanya; jika kebaikannya lebih banyak dari kerusakannya, hendaklah mereka melakukannya. Namun apabila kerusakannya lebih banyak dari kebaikannya, hendaklah mereka meninggalkannya, karena sesungguhnya Allah ta’ala mengutus Rasul-Nya shallallahu’alaihi wa sallam untuk menghasilkan kemaslahatan dan menyempurnakannya, serta menghilangkan kemudaratan dan menguranginya.
Maka, jika yang berkuasa dari kalangan khalifah (yang tidak lebih pantas) seperti Yazid, Abdul Malik, Al-Manshur dan selain mereka; bisa jadi dikatakan bahwa wajib mencopotnya dan memeranginya sampai ia lengser dan digantikan oleh yang lainnya, sebagaimana yang dilakukan oleh mereka yang berpendapat bolehnya pemberontakan, maka ini adalah pendapat yang rusak, karena sungguh kerusakannya lebih besar dari kemaslahatannya.
Dan pada umumnya, tidaklah mereka memberontak kepada penguasa kecuali timbul kejelekan yang lebih besar dibanding kebaikan, seperti mereka yang memberontak kepada Yazid di Madinah, pemberontakan Ibnul ‘Asy’ats terhadap Abdul Malik di Iraq, pemberontakan Ibnul Mulhab terhadap anaknya Abdul Malik di Khurasan, pemberontakan Abu Muslim yang menyerukan pemberontakan terhadap penguasa di Khurasan, juga pemberontakan terhadap Al-Manshur di Madinah dan Bashroh dan yang semisalnya, pada akhirnya dua kemungkinan, mereka dikalahkan atau mereka menang lalu berakhir kekuasaan penguasa sebelumnya, namun yang terjadi adalah tidak ada hasil yang baik bagi para pemberontak tersebut.
Abdullah bin Ali dan Abu Muslim yang melakukan pemberontakan dengan membunuh banyak orang akhirnya keduanya dibunuh oleh Abu Ja’far Al-Manshur, adapun penduduk Al-Harah, Ibnul Asy’ats, Ibnul Mulhab dan selain mereka akhirnya menderita kekalahan, demikian pula pasukan-pasukannya, sehingga mereka tidaklah menegakkan agama dan tidak pula menyisakan dunia, padahal Allah ta’ala tidak memerintahkan suatu perkara yang tidak menghasilkan kebaikan bagi agama ataupun dunia, meskipun yang memberontak itu dari kalangan wali Allah yang bertakwa dan termasuk penduduk surga (perbuatan mereka tidak dapat dibenarkan).” [Minhaajus Sunnah, 4/313-315, Asy-Syamilah]
Apa yang dijelaskan oleh Syaikhul Islam di atas tidaklah terlalu jauh dengan apa yang terjadi di Mesir dan negeri-negeri lainnya hari ini, Ikhwanul Muslimin di Mesir sebelumnya telah menggerakkan pemberontakan terhadap Husni Mubarak dalam bentuk demonstrasi dan celaan-celaan terhadap penguasa di media massa, ketika pada akhirnya mereka berkuasa, pihak lain pun melakukan pemberontakan terhadap mereka. Setelah kekuasaan mereka tumbang, mereka kembali melakukan pemberontakan, akhirnya nyawa-nyawa kaum muslimin yang menjadi korban.
Belum cukupkah ini menjadi pelajaran berharga bagi kaum muslimin, khususnya kepada mereka yang masih bersimpati dengan kelompok bid’ah Ikhwanul Muslimin, mengidolakan tokoh-tokoh IM yang jelas-jelas memiliki ideologi pemberontakan, bahkan menginstruksikan untuk mencoblos partai mereka, seperti kelompok Wahdah Islamiyah yang berpusat di Makassar, demikian pula tokoh-tokoh yang terpengaruh ideologi pemberontakan Khawarij IM seperti Abdur Rahman Abdul Khaliq, Muhammad Surur, Salman Al-’Audah, Safar Al-Hawali, ‘Aidh Al-Qorni, Muhammad Al-Arifi, berhati-hatilah dari kesesatan mereka,
فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الأَبْصَار
“Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan.” [Al-Hasyr: 2]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar