Halaman

Minggu, 09 November 2014

Jauhi Ajaran Setan: Sihir dan Perdukunan…!

Jauhi Ajaran Setan: Sihir dan Perdukunan…!

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Jauhi Ajaran Setan (Sihir dan Perdukunan)
Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata dalam risalah Nawaqidhul Islam,
السابع: السحر، ومنه الصرف والعطف، فمن فعله أو رضي به كفر
“Pembatal keislaman yang ketujuh adalah sihir, diantara bentuknya ialah membuat benci dan menjadikan cinta, barangsiapa yang melakukannya atau menyetujuinya maka ia kafir.”
Karena sihir adalah kesyirikan dan kekafiran berdasarkan dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah, diantaranya:
Allah ta’ala berfirman,
وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ, وَلَوْ أَنَّهُمْ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَمَثُوبَةٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ خَيْرٌ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir); mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir (jangan mempelajari sihir)”. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudarat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudarat kepada mereka dan tidak memberi manfaat. Dan sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.Andaikan mereka beriman dan bertakwa (dengan tidak melakukan sihir), (niscaya mereka akan mendapat pahala), dan sesungguhnya pahala dari sisi Allah adalah lebih baik, kalau mereka mengetahui.” [Al-Baqoroh: 102-103]
Dalam dua ayat yang mulia ini terdapat penetapan hukum bahwa sihir adalah kekafiran pada lima lafaz:
Pertama:
وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ
“Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir).” Maknanya, beliau tidak mengerjakan sihir, karena sihir adalah kekafiran, tidak patut bagi seorang nabi Allah untuk mengerjakannya.
Kedua:
وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ
“Hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir); mereka mengajarkan sihir kepada manusia.” Menunjukkan bahwa mengajarkan sihir adalah kekafiran yang berasal dari pengajaran setan-setan, bukan dari para nabi dan rasul ‘alaihimussalaam.
Ketiga:
وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ
“Sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir (jangan mempelajari sihir).” Kedua malaikat tersebut diutus oleh Allah ta’ala untuk menguji manusia, dan mereka berdua mengingatkan, “Jangan kamu mempelajari sihir karena kamu akan menjadi kafir”, maka mempelajari sihir adalah kekafiran.
Keempat:
وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ
“Dan sesungguhnya mereka telah mengetahui bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat.” Tidak mendapat bagian di akhirat, yaitu tidak akan masuk surga sama sekali hanyalah orang kafir, maka menunjukkan bahwa sihir adalah kekafiran yang menghalangi masuk surga.
Kelima:
وَلَوْ أَنَّهُمْ آمَنُوا وَاتَّقَوْا
“Andaikan mereka beriman dan bertakwa (dengan tidak melakukan sihir).” Ini menunjukkan bahwa sihir menafikan iman dan takwa, yaitu termasuk pembatal keimanan dan keislaman.
Maka mempejari sihir, mengajarkannya, mengamalkannya dan menyetujuinya adalah kekafiran. (lihatDurus fi Syarhi Nawaqidhil Islam, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan haizhahullah, hal. 148-149)
Allah ta’ala berfirman juga berfirman,
وَأَلْقِ مَا فِي يَمِينِكَ تَلْقَفْ مَا صَنَعُوا إِنَّمَا صَنَعُوا كَيْدُ سَاحِرٍ وَلَا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى
“Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu (wahai Musa), niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat. Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tidak akan beruntung tukang sihir itu, dari mana saja ia datang.” [Thaha: 69]
Dalam ayat yang mulia ini terdapat penetapan kafirnya tukang sihir dari dua sisi:
Pertama: Makna penafikan terhadap keberuntungan untuk tukang sihir di sini bersifat umum (menyeluruh), maka tukang sihir tidak akan beruntung sama sekali di dunia dan di akhirat, apabila ia tidak bertaubat sebelum mati. Asy-Syaikhul ‘Allamah Asy-Syinqithi rahimahullah berkata,
وَلَا يُفْلِحُ السَّاحِرُ الْآيَةَ. يَعُمُّ نَفْيُ جَمِيعِ أَنْوَاعِ الْفَلَاحِ عَنِ السَّاحِرِ، وَأَكَدَّ ذَلِكَ بِالتَّعْمِيمِ فِي الْأَمْكِنَةِ بِقَوْلِهِ: حَيْثُ أَتَى وَذَلِكَ دَلِيلٌ عَلَى كُفْرِهِ. لِأَنَّ الْفَلَّاحَ لَا يُنْفَى بِالْكُلِّيَّةِ نَفْيًا عَامًّا إِلَّا عَمَّنْ لَا خَيْرَ فِيهِ وَهُوَ الْكَافِرُ
“Tukang sihir tidak akan beruntung (Thaha: 69), ayat ini menafikan secara umum semua bentuk keberuntungan dari tukang sihir, dan Allah ta’ala menekankan lagi keumuman tersebut dengan firman-Nya, “dari mana saja ia datang” (Thaha: 69) maka ini merupakan dalil atas kekafirannya, karena keberuntungan tidaklah dinafikan secara menyeluruh dengan penafikan yang umum kecuali dari seorang yang tidak memiliki kebaikan sama sekali, yaitu orang kafir.” [Adhwaaul Bayaan, 4/39]
Kedua: Penggunaan lafaz, “Tidak akan beruntung” adalah untuk orang yang kafir. Asy-Syaikhul ‘Allamah Asy-Syinqithi rahimahullah berkata,
أَنَّهُ عرفَ بِاسْتِقْرَاءِ الْقُرْآنِ أَنَّ الْغَالِبَ فِيهِ أَنَّ لَفْظَةَ لَا يُفْلِحُ يُرَادُ بِهَا الْكَافِرُ
“Bahwa diketahui melalui penelitian secara menyeluruh terhadap ayat-ayat Al-Qur’an bahwa pada umumnya lafaz, “Tidak akan beruntung” yang dimaksudkan dengannya adalah orang yang kafir.” [Adhwaaul Bayaan, 4/39]
Dan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا، فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّد
“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau peramal, lalu ia mempercayai ucapan dukun atau peramal tersebut maka ia telah kafir terhadap (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad -shallallahu’alaihi wa sallam-.” [HR. Ahmad dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dan Al-Bazzar dari Jabir radhiyallahu'anhu, Ash-Shahihah: 3387]
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
www.fb.com/sofyanruray.info

Tidak ada komentar:

Posting Komentar