Halaman

Kamis, 20 November 2014

Pembahasan Ilmiyah Seputar Aqiqah (4)


Pembahasan Ilmiyah Seputar Aqiqah (4)

diposting oleh webadmin pada 21/11/2014

بِسْم ِاللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Masalah: Apakah seorang perempuan yang mengalami keguguran disyariatkan melakukan aqiqah untuk anaknya?
Jawaban:
Dalam masalah ini dirinci menjadi dua hal:
Pertama: Apabila janin yang gugur telah ditiupkan padanya ruh padanya (yaitu janin sudah berumur 4 bulan) maka disyariatkan aqiqah untuknya, ini adalah pendapat yang kuat dari sekian pendapat. Karena janin tersebut telah dianggap sebagai manusia dan juga kalau kita lihat pada kenyataan secara keumuman pada usia tersebut bayi telah bergerak-gerak didalam rahim ibunya, dan apabila dia gugur pada usia tersebut maka dia akan dibangkitkan pada hari kiamat dan diharapkan nantinya akan menjadi pensyafa’at bagi orang tuanya pada hari kiamat nanti.
Kedua: Apabila janin itu gugur belum ditiupkan ruh (yaitu janin tersebut dibawah usia 4 bulan) maka tidak disyariatkan untuknya aqiqah karena janin tersebut belum bisa disebut sebagai manusia.

Faidah:

Bayi lahir dalam keadaan hidup kemudian mati sebelum tanggal ketujuh dari hari kelahirannya maka pendapat jumhur para ulama dalam masalah ini adalah disyariatkan untuk bayi tersebut aqiqah. Apabila bayi lahir dalam keadaan hidup dan sampai pada hari ketujuhnya belum dilakukan aqiqah untuknya, maka pendapat jumhur para ulama adalah boleh dilakukan aqiqah pada hari kedelapanya atau setelahnya. Telah lewat pembahasan ini pada Pertemuan Kedua.

Masalah: Apakah disyariatkan melakukan aqiqah untuk bayi yang belum lahir?
Berkata Syaikhuna ‘Abdurrahman Al ‘Adeny – hafizhahullah -: “Aqiqah yang dilakukan sebelum bayi lahir maka tidaklah sah, karena pelaksanaan aqiqah adalah kelahiran seorang bayi”. Bagaimana kita melakukan aqiqah yang mana sebabnya belum terjadi?! Sebagaimana telah lewat pembahasannya bahwa syariat aqiqah adalah adanya kelahiran seorang bayi.
Perhatian:
Telah diriwayatkan oleh Ath Thabrany dalam kitabnya “Al Mu’jam Ash Shoghir” dan juga Al Imam Al Baihaqy dari hadits Buraidah bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
« الْعَقِيقَةُ تُذْبَحُ لِسَبْعٍ وَلأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَلإِحْدَى وَعِشْرِينَ »
“(Hewan) aqiqah disembelih pada hari ketujuh atau hari keempat belas atau pada hari kedua puluh satu”.
Hadits ini adalah hadits yang dha’if (lemah) karena diriwayatkan dari jalan Ismail bin Muslim Al Maky, keadaan dia lemah sekali dalam periwayatan hadits, sehingga hadits ini tidak dapat dijadikan dalil atau hujjah dalam penentuan suatu hukum ibadah. Dan juga diriwayatkan sebuah atsar dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha semakna dengan hadits tersebut, namun didalam atsar tersebut ada perowy bernama Abdul Malik bin Abu Salaiman Al ‘Arzamy, keadaannya juga dha’if dalam ilmu hadits.
Kesimpulan: Sebagaimana yang telah lewat pembahasannya adalah disunnahkan pelaksanaan aqiqah pada hari ketujuh, namun apabila belum mampu melalsanakan pada hari tersebut, maka bisa dilaksanakan kapan saja ketika sudah memiliki kemampuan. Ini adalah pendapat yang kuat dan terpilih dari sekian pendapat dalam masalah ini.
Masalah: Apakah boleh melakukan penyembelihan kambing aqiqah pada siang hari dan juga malam hari?
Jawaban: Tidak ada dalil yang melarang hal tersebut, penyembelihan aqiqah bisa dilaksanakan siang hari atau malam hari.
Masalah: Doa apakah yang dibaca ketika menyembelih?
Jawaban: Sebagian Ulama berpendapat bahwa disunnahkan ketika mau menyembelih membaca:
بِسْمِ اللَّهِ ، اللَّهُ أَكْبَرُ ، اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ ، هَذِهِ عَقِيقَةُ فُلانٍ
Berdalil dengan hadits ‘Aisyah radhiyallohu ‘anha yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la, namun hadits ini dha’if, karena didalamnya ada ‘an’anah ibnu Juraij. Sehingga yang disyariatkan adalah cukup membaca: “Bismilah” seperti menyebelih hewan kurban yang lainnya.
Masalah: Apakah dalam pemotongan daging kambing aqiqoh disunnahkan tulangnya utuh dan tidak boleh sampai pecah?
Jawaban:
Diriwayatkan sebuah hadits dari ‘Aisyah dan hadits Muhammad bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhum, namun kedua hadits tersebut dha’if, sehingga tidak bisa dijadikan dalil dalam hukum bahwa hal itu sunnah. Pendapat yang kuat dan terpilih adalah tidak mengapa dalam pemotongan daging kambing, tulangnya dipecah-pecah karena tidak ada dalil secara syar’i maupun ‘aqly yang melarang hal tersebut. Wallahu a’lam.
Peringatan:
Sebagian ulama mensunnahkan dalam memasak daging kambing dikasih gula karena Nabi shallallahu ‘alahi wasallam suka yang manis-manis dan madu. Ada juga sebagian mereka mensunnahkan rasanya dikasih rasa kecut. Namun semua ini tidak ada dalilnya bahwa dalam daging aqiqah dimasak seperti itu. Jadi terserah mau dimasak dengan rasa kecut atau manis, tergantung selera masing-masing.
Faidah: Berkata Syaikhuna ‘Abdurrahman Al ‘Adeny – hafizhahullah -:
Disyariatkan kambing aqiqah untuk dimasak dan dimakan sebagiannya, sebagian yang lainnya untuk dihadiahkan dan juga dishadaqahkan.
Boleh kambing aqiqah digunakan untuk acara walimah (pernikahan).
Catatan:
Semua permasalahan yang kita sebutkan diatas adalah pendapat yang dipilih Syaikhuna ‘Abdurrahman Al ‘Adeny – Hafizhahullah ta’ala. Disana masih ada pembahasan seputar hukum pemberian nama dan potong rambut bayi dan sunatannya (khitan) yang insya Alloh kita sampaikan pada pertemuan selanjutnya !!!
Semoga Alloh ta’ala selalu memberikan kita taufiq dan hidayahNya untuk senantiasa berpegang teguh dan berjalan diatas Al Kitab dan As Sunnah.
ditulis oleh Abu ‘Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawy_29 Muharam 1435 H/3 Desember 2013_di Daarul Hadits Al Fiyusy_Harasahallah.
wa forum kis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar